Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Politik dalam Reduksi Rasionalitas

26 Juli 2018   00:16 Diperbarui: 26 Juli 2018   00:44 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sulit menebak arah rasionalitas perpolitikan kita. Mereka yang tadinya sekubu, berubah arah menjadi berseteru. Tampak garang dalam berbagai media massa akan tema pemberantasan korupsi, hingga akhirnya tertangkap tangan. Seolah berlawanan, tetapi ternyata seiring sejalan dan berkawan saat membahas persoalan rente dan komisi pada persoalan publik.

Ketika harapan kemajuan terdapat dalam semangat bersama membangun negeri, maka peran para elit politik menjadi penting sebagai role model sekaligus teladan. Dalam teori komunikasi kita mengenal aspek kultivasi sebagai upaya membangun efek yang diharapkan, melalaui paparan dan terpaan informasi yang didapatkan secara berkelanjutan.

Lantas, informasi seperti apa yang hadir dalam keseharian kita berkaitan dengan elit politik hari-hari ini? Pertengkaran, kegaduhan hingga melakukan membangun kesepakatan bersama untuk sebuah tindakan lancung secara terencana (baca: korupsi) adalah realitas yang menjadi topik bahasan. Jika demikian, apa turunan bentuk perilaku yang dicontoh oleh publik?.

Merujuk Bandura (1977) dalam Social Learning Theory, diketahui bahwa kepribadian sangat tergantung pada aspek sosial yang melingkupinya, dan bentuk pengamatan serta proses meniru sebuah model (baca: modelling), merupakan sebuah langkah adopsi dan adaptasi secara cara belajar. Dan bila hal tersebut dilekatkan dalam konteks kita kekinian, melihat apa yang dipertontonkan elit politik, maka frustasi tentu melanda.

Bahkan dalam sebuah tindakan tercela, interaksi simbol dan makna dipergunakan sebagai bahasa berkomunikasi, termasuk merasionalisasikan sandi dalam isyarat apel malang dan apel washington pada ukuran berat sekilo?. Pun kecerdasan komunikasi direduksi untuk kepentingan sempit.

Lebih jauh lagi, teori Bandura juga membekali konsep self regulation, sebagai faktor pembatas, membentuk keteraturan dan membangun keselarasan. Tetapi hal ini tidak dapat dilakukan bila tontonan dominan yang menjadi menu sajian informasi dalam media massa, baik cetak maupun elektronik memberitakan hal yang sama, kisah tentang wajah kelam panggung perpolitikan tanah air.

Ketika rasionalitas publik direduksi oleh perilaku elit, maka perlu dirumuskan ulang bentuk dari format kehidupan kebangsaan kita dimasa mendatang. Meski ruang publik masih disesaki informasi yang tidak dikehendaki publik, tetapi kini era informasi dialogis dalam bentuk media baru.

Platform bagi Ruang Publik

Teknologi menghadirkan situasi baru yang berbeda, cyberspace menjadi ruang publik baru untuk menyuarakan aspirasi, meski pada awalnya dianggap sebagai bentuk keriuhan semata (noise) dalam diskusi di dunia maya, namun sejalan perkembangan waktu bersamaan dengan literasi dunia digital, kita menuju arah demokrasi berbeda.

Dengan demikian, arah pembelajaran dapat dilakukan secara berbalik. Solidaritas publik yang terbentuk melalui kitabisa.com ataupun fokus suara (voice) publik pada petisi online change.org adalah bentuk reorientasi arah pembelajaran sosial.

Problemnya apakah para elit mampu belajar dari kearifan publik? Ketika nafsu berkuasa masih lebih besar daripada kehendak melayani, nampaknya membuat kapasitas belajar para elit menjadi jauh lebih sempit untuk berubah. Orientasi kursi kuasa, membuat para elit bersifat sangat pragmatis, berhitung keterpilihan dan menghitung modal yang dibutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun