Akankah kedamaian hadir didunia? Dalam diskursus tentang dialektika, maka tahan sintesis adalah hasil akhir dari konflik antara tesis dan antitesis. Dengan demikian, persepsi mengenai kedamaian tidak terlepas dari munculnya konflik yang mengemuka. Tidak mudah mengakuinya, tetapi demikian adanya.
Konflik dapat didekati melalui dua sudut pandang, (1) konservatif; bahwa konflik harus di eliminasi, karena berpotensi tereskalasi menjadi destruktif, atau (2) modern; dengan kehadiran konflik maka hal tersebut akan mendorong stimulasi konstruktif -kemajuan baru.
Bila begitu, maka pendekatan yang dipilih ada dalam opsi -resolusi konflik mewakili pandangan konservatif, Â atau manajemen konflik yang berorientasi modern. Sehingga, dapat diilustrasikan, kita bersama "melewati konflik" -gagasan konservatif, atau bersama "melalui konflik" -ide modern.
Semata-mata tinjauan ini, Â adalah kajian teoritis atas konflik. Bila demikian, sampai kapan berbagai persilangan pandangan dan perbedaan diatas dunia ini dapat menghantarkan perdamaian? Jawabnya terbilang susah, karena prasyarat utamanya mengendalikan sudut pandangan sempit nan egois.
Kita diharapkan mampu memberikan ruang pemahaman atas sudut pandang pihak lain. Persoalan mendasarnya kemudian, bisakah kita memunculkan kondisi damai dari konflik internal didalam diri kita sendiri? Tidak mudah memang, kita harus memenangkan konflik kecil (internal) didalam konflik besar.
Pemahaman Kebangsaan
Statemen tahun politik rawan konflik, ada benarnya. Karena masing-masing pihak memiliki kepentingan tersendiri. Prasyarat melalui tahun politik secara damai, adalah dengan melakukan edukasi politik yang damai dan rasional, mendukung pengembangan kognitif, afektif dan konatif. Perlu waktu, tidak instant!.
Hasil pemilu Malaysia bisa menjadi model yang menarik, ketika kontestasi politik mulai melunturkan sekat identitas. Tapi mungkinkah politik identitas hilang? Sulit tetapi bukan tidak mungkin. Perlu banyak hal yang harus diperbaiki; pengetahuan, pendidikan dan persamaan akan gagasan besar dimasa depan.
Bahkan di negara dimana konsep demokrasi diambil dan diterjemahkan, Amerika Serikat, untuk persoalan identitas pun tidak bisa sepenuhnya hilang. Jadi apa yang harus dilakukan? Elit bangsa ini musti paham bila perbedaan dibiarkan tanpa juntrugan justru menghasilkan kerusakan.
Eskalasi perbedaaan, dapat berubah menjadi kebencian dan permusuhan. Terutama bila para elit hanya mengutamakan ego individunya semata demikepentingan sementara. Jika konflik tetap ada dalam kerangka demokrasi, lantas apakah pilihan terbaiknya adalah konsep otoritarian dengan pembungkaman perbedaan?. Tentu saja tidak.
Model otoritarian dengan penyeragaman pemahaman, hanya menyebabkan kita tidak mampu mencari ruang bebas untuk memerdekakan akal. Tetapi akal yang berhimpun secara massif berpotensi menimbulkan perbedaan dan konflik, jadi mana pilihan terbaik?.