Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Status Nyinyir dan Masa Depan "Kita"

25 Januari 2018   09:52 Diperbarui: 25 Januari 2018   09:54 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entah mengapa diberbagai status linimasa yang ada diberbagai kanal sosial media, saya sering terkaget melihat status kawan yang isinya nyinyir, atas segala sesuatu.

Terlebih lagi, soal pilihan politik yang terbelah pasca Pilpres dan Pilkada DKI. Ternyata banyak yang masih "Baper" dan belum bisa "Move-On". Persoalannya, apa signifikansi kontribusi kenyinyiran bagi pembangunan bangsa ini?.

Polarisasi yang mengental, hanya menimbulkan friksi yang tidak berkesudahan. Problemnya, dalam kajian psikologis politik, masa kanak-kanak demokrasi kita masih belum penuh dalam fase tumbuh kembang.

Kenyang dibawah kekangan otoritarianisme, lalu bebas lepas diera reformasi tanpa pendewasaan politik. Partai politik mencuat karena faktor non ideologis, tujuan akhir yang instant adalah pemersatunya. Maka kemudian sosok politisi muncul, dengan target pendek kekuasaan.

Politik yang berjalan tanpa kedewasaan berpolitik, mudah dilihat. Kisruh kondisi internal partai, hingga berebutan menghampiri kekuasaan, plus perilaku koruptif adalah indikasi nyata. Masalahnya, hal ditingkat elit tersebut kemudian diluaskan sampai ke level akar rumput.

Bila ditingkat permukaan, para elit bisa seolah saling akrab meski memendam bara, lain halnya dengan ditingkat grassroot yang sudah muncul potensi pertikaian. Friksi kecil sangat mudah berubah menjadi konflik bila tidak dikelola ditahun politik.

Konsekuensi selanjutnya, biaya sosial yang harus ditanggung secara nasional menjadi jauh lebih besar. Kita memahami bahwa terjadi perbedaan kepentingan politik baik ditingkat lokal daerah maupun pusat --nasional, bahkan penguasa dan aliran politiknya pun berbeda.

Jadi wajar saja bila ada pihak yang tidak puas, karena kepuasan tidak diukur dalam kuantitas satuan melainkan dari perspektif keseluruhan. Lalu apa yang salah dengan status nyinyir? Toh ada ruang kebebasan ekspresi yang harus dihargai dan kewajiban melakukan koreksi?.

Dalam arti oposisi yang berhadapan dalam aspek pengawasan, maka hal itu adalah sebuah bentuk tanggungjawab, dalam mengawal arah pembangunan bangsa ini sampai dimasa depan. Tapi muaranya bisa jauh lebih sinergis, bila proses sentiment emosional dilepaskan.

Sulit? Iya, bahkan di Amerika biang demokrasi Trump juga selalu dikritik keras. Tapi kita bisa membedakan dalam aspek klasifikasi problem minor dan mayor, tentu dilihat dari urgensi kepentingan public secara luas. Rasanya kenyang, hidup kita saat ini dalam kenyinyiran, penuh olok-olokan dan ledekan, hingga bullying, itulah wajah keseharian kita hari-hari ini.

Negeri ini masih memiliki peluang memperbaiki dirinya, berkali-kali pula diera teknologi digital saat ini, kita masih melihat banyak generasi muda yang terjun langsung dalam langkah-langkah konkrit dan nyata. Lebih dari sekedar berperang kata dan status di sosial media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun