Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Blokir! Demokrasi di Dunia Digital

16 Juli 2017   07:32 Diperbarui: 16 Juli 2017   13:35 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos


Berbagai peraturan diseputar social media telah banyak dibuat, bahkan MUI telah membuat protokol etika bersosial media. Tapi sekali lagi, pengaturan didunia maya yang layaknya rimba raya jagat internet tersebut tidaklah bertuan, komunikasi terjadi setara tanpa tendensi kekuasaan, jadi regulasi adalah sebuah kesia-siaan.

Demokrasi diera internet kerap disebut sebagai Klikokrasi karena dengan sekali klik, maka petisi public dapat dilayangkan kepada pemerintah untuk diperhatikan dan diperbaiki. Jadi ketimbang menghabiskan energi memerangi dampak negative, sebaiknya pemerintah memperbesar kegunaan positifnya dibalik internet dan social media hingga dapat mereduksi secara alamiah efek buruk.

Aturan dan pengaturan didunia maya, ibarat kata menggarami laut, karena semua berkepentingan didunia tanpa batas tersebut. Lihat bagaimana Obama dan tim pemenangannya secara fenomenal menggunakan teknologi dan internet untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas berbekal sosial media.

Dalam konteks perang pemikiran, maka yang harus diperkuat adalah konten yang terbukti serta orisinal sehingga dapat menjadi modal dasar dalam kepentingan basis argumentasi nan fundamental.

Terorisme dalam sudut pandang apapun adalah sebuah hal yang salah, tetapi pemblokiran teknologi adalah sebuah kesalahan lainnya yang kita buat untuk mengantisipasinya. Mengapa sorotan tentang terorisme dianggap sebagai isu krusial? Lantas kenapa tema korupsi tidak dikumandangkan?. 


Terlebih lagi pasal pemblokiran ini berdekatan dengan terbitnya Perppu pembubaran Ormas dan beberapa nama organisasi telah santer dinyatakan sebagai bagian dari implementasi penegakan aturan tersebut.

Maka tinjauan tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi kemudian menjadi sebuah pertanyaan, terlebih disisi yang berbeda kita justru tengah banyak berbicara secara lantang tentang hak azasi bagi LGBT.

Ketergesaan langkah tersebut nampak susul menyusul dan saling terkait, seolah berada dalam kerangka kepentingan yang lebih besar.

Pada refleksi terdalam, kegagapan pemerintah dalam langkah pemblokiran telegram sebagai kanal sosial media adalah bentuk dari ketidakmampuan untuk menghadirkan bukti otentik dari keberhasilan pembangunan sebagai landasan berargumentasi.

Selayaknya mekanisme diskusi, maka pemberangusan adalah bukti dari ketidakmampuan untuk mengelola aspek komunikasi dalam kerangka persuasi, maka tangan besi nan represif muncul sebagai wujud dari rasa frustasi.

Kegagalan membangun komunikasi interaktif yang kuat dalam hal pembuktian, adalah bentuk dari lemahnya kinerja pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun