1. Pendahuluan
Transfer Pricing (TP) merupakan salah satu isu paling kompleks dan krusial dalam ekonomi global modern, terutama dalam konteks penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional (OECD, 2022). Praktik ini menyangkut penetapan harga dalam transaksi antar perusahaan yang berelasi dalam satu grup usaha, yang beroperasi di yurisdiksi pajak yang berbeda (Apollo, 2025). Isu TP tidak hanya berkutat pada aspek teknis ekonomi atau akuntansi, tetapi juga menyentuh aspek hukum, politik, hingga etika publik global (Apollo, 2025).
Dalam modul Prof. Apollo, TP dikaji dari tiga dimensi utama filsafat ilmu: ontologi, episteme, dan aksiologi (Apollo, 2025). Kajian ini diperluas dengan pendekatan hermeneutika Wilhelm Dilthey (Dilthey, 1989) serta kritik politik-etis dari Hannah Arendt (Arendt, 1958). Tulisan ini menyusun wacana kritis tersebut secara sistematis dan argumentatif, untuk menghasilkan pemahaman utuh bahwa TP bukan hanya teknik fiskal, melainkan juga fenomena ekonomi-politik global.
2. Ontologi Transfer Pricing: Realitas dan Makna Keberadaannya
Ontologi, dalam konteks filsafat ilmu, membahas tentang "apa yang ada"—realitas dan keberadaan dari objek yang dikaji. Dalam hal ini, TP adalah suatu mekanisme penetapan harga internal antar perusahaan dalam satu grup usaha. Modul menjelaskan bahwa secara ontologis, TP tidak sekadar peristiwa ekonomi, tetapi manifestasi dari cara eksistensi korporasi dalam sistem kapitalisme global.
2.1 Perspektif Konvensional dan Heideggerian
Dalam pandangan umum, TP adalah sarana efisiensi dan alokasi laba dalam grup usaha multinasional. Namun, pendekatan ontologi Heideggerian yang ditawarkan oleh Prof. Apollo menunjukkan bahwa TP dapat dilihat sebagai mode of being perusahaan global—yakni cara perusahaan "berada" dan "bertahan" dalam tatanan ekonomi dunia yang telah ditentukan oleh rezim hukum dan kapitalisme. TP adalah bentuk “Zuhandenheit”—alat yang hanya tampak penting ketika bermasalah, seperti saat disoroti otoritas pajak karena ketimpangan harga antar entitas.
Lebih jauh, TP juga merupakan bentuk kekuasaan ontologis. Dengan memanipulasi harga internal, perusahaan menciptakan "realitas buatan" demi menyesuaikan struktur laba dan pajak sesuai tujuannya. Di sinilah TP tidak lagi netral secara ontologis, tetapi menjadi manifestasi relasi kuasa, seperti dalam kritik Foucauldian.
2.2 Perspektif Indonesia dan OECD
Secara ontologis, Indonesia memandang TP sebagai alat pengalihan laba (profit shifting) yang cenderung bersifat manipulatif. Oleh karena itu, regulasi seperti UU PPh Pasal 18 dan PMK 213/2016 dirancang untuk melindungi basis pajak nasional. Sementara itu, OECD melihat TP sebagai alat netral selama sesuai prinsip Arm’s Length (ALP), yaitu harga wajar antar pihak independen. Ontologi OECD menekankan pada keadilan distribusi laba, bukan pada intensi manipulatif.
3. Epistemologi Transfer Pricing: Pengetahuan dan Validitas