Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah Jabar. Aktifis Persma "Suaka" 1993-1999. Kini sedang menempuh S3 SAA Prodi Media dan Agama di UIN SGD Bandung. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Refleksi Mirna Suminar Penyintas Kanker Payudara

9 Oktober 2025   03:00 Diperbarui: 9 Oktober 2025   07:29 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mirna Suminar sang pejuang sunyi (Sumber:DokPri Mirna Suminar)

Juni 2006. Hari-hari itu terasa biasa saja bagi Mirna Suminar. Ia sibuk bekerja sebagai konsultan pendidikan, rapat ke Jakarta hampir setiap minggu, begadang menyelesaikan laporan, dan mengabaikan sinyal kecil dari tubuhnya. Ia mengira batuk panjang yang tak kunjung sembuh hanya efek kelelahan. Tapi suatu pagi, nyeri di payudara kiri terasa menusuk. Awalnya ia abaikan, hanya menyentuhnya sekilas, berharap itu bukan apa-apa. Namun, beberapa hari kemudian warnanya berubah, seperti apel ranum yang bengkak, dan ada benjolan kecil yang terasa saat ditekan.

"Ah, mungkin ada sesuatu dengan paru-paru hingga batuk belum kunjung reda," pikirnya saat itu. Tapi rasa takut perlahan merayap. Ia memberanikan diri ke dokter umum. Dari sanalah semuanya berubah. Dokter menyarankan agar ia segera menemui spesialis bedah onkologi di RS Ciumbuleuit. Saat hasil USG dan mamograf keluar, dunia seakan berhenti sejenak: kanker payudara stadium 2.

Saran dokter jelas: operasi angkat payudara kiri dan kemoterapi. Namun Mirna terdiam. Bukan karena menolak, tapi ia butuh waktu berdialog dengan diri sendiri.  "Apakah ini satu-satunya jalan?" tanya bathinnya.

Meski tidak asing dengan pengobatan modern, Mirna percaya tubuh memiliki daya tahan alami jika dirawat dengan benar. Dalam masa penuh tekanan itu, ia tetap bekerja, menghadiri rapat di tengah rasa sakit, menempuh perjalanan jauh, menahan beban fisik dan mental yang tidak ringan.

Ia sempat bersikukuh ingin berikhtiar tanpa kemo dan tanpa operasi. Atas  atas saran dokter, minum obat setiap hari selama satu bulan, jika lupa minum obat,dosisnya harus ditambah.  Namun, bagi Mirna, menjalani itu sangat berat.  Dalam kondisi sakit, ia masih bekerja sebagai konsultan pendidikan di sebuah sekolah, rapat ke luar kota, bahkan begadang menyelesaikan laporan. Akhirnya ia jujur pada dokter: ia tidak sanggup terus mengonsumsi obat.

Suatu hari, Mirna bertanya kepada dokter, "Boleh saya tahu bahan baku utama dari obat yang saya konsumsi ini?" Dokter menjawab singkat, "Tomat." Jawaban itu menjadi titik balik perjalanan panjangnya. Karena bahan baku obat berasal dari tomat, ia meminta izin kepada dokter untuk meminum jus tomat murni sebagai alternatif.  Dokter mengijinkan, dengan satu catatan:  ia harus disiplin.

Mirna Suminar M.Pd  bersama belahan jiwa,Prof. Dr. H. Yayan Nurbayan, M.Ag.   (Sumber:DokPri Mirna Suminar)
Mirna Suminar M.Pd  bersama belahan jiwa,Prof. Dr. H. Yayan Nurbayan, M.Ag.   (Sumber:DokPri Mirna Suminar)

Sejak itu,  setiap pagi dan sore,  setengah jam sebelum makan, Mirna meminum segelas jus dari 5-6 tomat organik  tanpa gula dan tanpa air.  Saat berpuasa, ia meminumnya sebelum sahur dan menjelang berbuka. Pola makan pun ia ubah secara drastis. Tak ada lagi makanan pedas, asam, berpenyedap, berpengawet, ayam broiler, daging merah, durian, pisang, atau nangka. Ia beralih ke sayuran, ikan, ayam kampung, telur ayam kampung, dan beras rendah gula seperti beras hitam dan merah.

Beberapa hari kemudian, tubuhnya bereaksi. Cairan darah kehitaman agak kehijauan bahkan berbau anyir keluar dari puting payudara kiri . Ia panik, namun dokter menjelaskan bahwa itu bagian dari proses pembersihan tubuh —benjolan di payudara pecah dan mengeluarkan darah. Hari demi hari, Mirna harus mengganti perban, bahkan beralih memakai pembalut karena perban biasa tak mampu menampung cairan. Ia disiplin menjaga kebersihan, mengganti bra jika basah, dan menahan rasa nyeri yang menusuk selama dua bulan.  

Setelah dua bulan, cairan berhenti keluar. Ia tetap meminum juice tomat secara rutin. Perlahan, rasa nyeri mereda. Setiap  kali kontrol menunjukkan perkembangan positif. Tahun demi tahun berlalu, dan pada Februari 2015, dokter menyampaikan kabar itu: sel kanker dirinya pasif. Mirna menangis haru, bukan karena takut, melainkan karena lega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun