Catatan dari Pameran Tunggal Rosita Ujianti Yordey di Strasbourg PerancisÂ
Ketika seorang perupa merasa perlu membawa persoalan yang berlatar budaya dalam konteks seni rupa, apa yang kemudian coba disampaikan pada pubik? Itulah yang terjadi pada pameran tunggal Rosita Ujianti Yordey. Â Dua budaya besar Indonesia dan Perancis menjadi spirit penting telah melahirkan karya-karyanya.
Pemandangan ruang pameran menjadi begitu indah, ada dialog diantara karya-karya lukisan Rosita yang hadir bukan saja memberikan nuansa estetika ruangan. Namun, lukisan-lukisan Rosita juga menjadi bahasa visual dalam bingkai dialog budaya.
Pameran yang berjudul "Un Esprit De Cultures", keseluruhan penyajian karyanya layak dianggap sebagai presentasi yang berkaitan dengan spirit dua budaya yakni Perancis dan Indonesia khususnya Budaya Bali.Â
Dan pameran ini merupakan titik awal yang sangat penting bagi Rosita dalam bereksplorasi tentang dua budaya yang sangat ia cintai.
Pelukis yang memiliki nama Bali Ni Nyoman Rosita Ujianti menyelesaikan semua karya-karyanya dengan teknik finger painting. Teknik ini sebetulnya sudah umum yaitu mengoleskan cat atau media lukis pada tangganya di atas kanvas. Bagi Rosita melukis dengan jari-jemarinya akan lebih menyentuh pada wilayah rasa dan perasaanya.
Ini diakui olehnya bahwa disamping rasa dan perasaan membuatnya lebih responsif dalam menerjemahkan gagasannya. Dari jemarinya inilah seolah ia bagai menari dengan kanvas sebagai latarnya.
Manifestasi pikiran itu nampak pada statementnya bahwa Tri Hita Karana selalu hadir dan menjadi bagian penting yang melandasi pemikirannya dalam berproses menerjemahkan gagasannya. Maka tak heran bila lukisannya dengan spirit alam, manusia dan sang pencipta hadir dengan tema keharmonisan atau keseimbangan.
Sedangkan pada beberapa karya lainnya, Rosita berhasil meletakkan lima elemen dasar penyusun kehidupan alam semesta termasuk manusia di dalamnya yakni Panca Maha Bhuta. Kelima unsur tersebut diantaranya tanah, air, udara, api dan ruang angkasa.
Misalnya pada karya yang berjudul esprit de la nature (spirit alam), Jardin sauvage (kebun liar), Les Fleur (musim berbunga), me'moire de printemps (kenangan musim semi), La nature et moi (Saya dan alam), dan harmoni de la nature (alam harmoni) sangat terlihat bagaimana unsur alam menjadi pembicaraan penting.
Rosita juga mengusung karya yang berbicara tentang spirit dirinya sebagai orang Bali yakni karya Bayu Pinaruh, dimana ia ingin berbicara pada publik Perancis tentang penyucian diri dengan ilmu pengetahuan. Termasuk juga pada karya Visible & invisible dan Taksu.
Melalui seri karya "eruption" ia mencoba meletakkan penyadaran betapa pentingnya penghormatan terhadap alam. Pada seri karya ini Rosita sekaligus juga menghubungkan dengan kondisi bangsa dimana saat itu memang sedang panas, disamping semangat menyama braya atau gotong royong saling menolong terhadap saudara yang tertimpa musibah.
Setidaknya 4 karya seri eruption ini kehadirannya memiliki korelasi pada karyanya yang berkisah tentang terbakarnya Gereja Katedral Paris pada bulan April 2019 yang lalu.Â
Korelasi ini menjadi tambah menarik makanakala Prof. Warsito Atase Pendidikan dan kebudayaan KBRI untuk Perancis yang membuka pameran secara resmi mengatakan bahwa salah satu contoh dialog budaya "un esprit, deux cultures" terlihat pada karya yang berbicara tentang Gunung Agung yang meletus dan Gereja Katedral Paris yang terbakar.
Namun, ada cara lain yang bisa dilakukan untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat perancis melalui seni budaya dan lukisan, dan Rosita sebagai seniman Indonesia dari Bali telah melakukannya, yaitu melalui sebentuk pameran lukisan.
Terlihat pada upacara pembukaannya tarian Puspanjali dari KBRI Perancis turut tampil memaknai, berikut pula tari Pendet dan Saman dari PPI Perancis di Strasbourg.
Keseluruhan karya Rosita dan proses kreatif yang menyertainya menjadi narasi yang menggugah kesadaran akan realitas dialog dua bangsa melalui spirit budaya.Â
Rosita telah memperlihatkan  bagaimana seorang perupa memberi respon spirit budaya Indonesia dan Perancis yang harmoni itu melalui karya lukis. (YUDHA BANTONO, Strasbourg Perancis, September 2019)