Semenjak mendapat predikat baru sebagai ibu, saya berhenti berkarir. Sebagian karena merupakan bagian dari komitmen, sebagian lagi karena situasi dan kondisi.
Saya memang masih bekerja secara freelance alias mandiri, tapi tidak lagi dalam rangka membangun karir, tapi sekedar mengisi waktu diantara mengepel lantai dan mencuci piring. Tidak lagi berangkat pagi-pagi dan pulang menjelang petugas siskamling berangkat ronda.
Menjadi ibu merubah orientasi dan kebiasaan saya. Bahkan harapan dan perencanaan masa depan saya. Pun kekhawatiran dan prioritas saya.
Apakah saya menyesali keputusan itu ?
Bukan menyesali. Tapi merindukan :)
Menjadi ibu adalah salah satu impian terbesar saya, anugerah dari Tuhan yang sangat saya syukuri. Tapi saya juga merindukan kesibukan dan tanggung jawab yang membuat saya merasa penting.
Tentu saja termasuk merindukan deretan angka di rekening setiap akhir bulan dan akhir tahun. Konyolnya, saya juga merindukan hal-hal sepele seperti high heels, rok pensil dan blazer keren. Atau ngopi-ngopi di lounge bandara.
Iya, ada waktu-waktunya saya merindukan saat-saat itu. Rindu yang menerjang diantara tumpukan setrikaan, cucian dan tagihan-tagihan :)
Lalu disuatu pagi yang cerah, dibawah sinar lembut matahari pagi, sambil duduk selonjor berjemur dikursi plastik coklat tua di halaman belakang, sayapun ditegur karena terlalu banyak mengeluh.
Bukan oleh orang lain, tapi oleh buku. Buku yang saya baca sambil berjemur pagi demi si vitamin D. Buku yang dihadiahkan seorang teman, lebih dari setahun lalu, dan selama ini hanya nongkrong di rak buku, masih terbungkus plastik.
Buku tentang wanita dan pernikahan yang saya pikir isinya pasti tidak jauh beda dengan buku-buku sejenis yang sudah banyak saya baca pas sebelum menikah. Setelah menikah, saya lupa semua yang pernah saya baca hehehe.