Mohon tunggu...
Yan Provinta Laksana
Yan Provinta Laksana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

titik kesetimbangan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengenal Gas Alam dari Batubara (Coal Bed Methane)

19 September 2013   23:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:39 2927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah maraknya berita tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (bbm) atau harga minyak mentah dunia (international crude oil) ada beberapa hal yang seharusnya dicermati dari peristiwa ini. Apa penyebab kenaikan harga minyak? Pertanyaan itulah yang seharusnya muncul untuk mengatasi problema kenaikan harga bahan bakar yang selalu menjadi topik panas di media massa selain mengupas tuntas tentang permodelan ekonomi dan kebijakan kenaikan harga bahan bakar.

Minyak bumi seperti halnya batu bara dan gas bumi adalah sumber energi yang tidak mudah diperbaharui, dalam konteks ini digunakan tidak mudah diperbaharui (uneasily renewable). Dalam konteks umum sering disebut minyak bumi beserta bahan bakar fosil adalah bahan bakar tidak dapat diperbaharui namun pada dasarnya minyak bumi dan batu bara bisa diperbaharui karena jika kita menengok kembali teori munculnya minyak bumi oleh peneliti asal Rusia, Mikhail Lomonosov pada tahun 1757, menerbitkan paper dengan pernyataan ‘’rock oil and bitumen originates as tiny bodies of animals and botanies buried in sediments in which under the influence of increased pressure and temperature acting during a long period then forming into fossil fuel’’(Dott,1969).

Jika diterjemahkan maka teori tersebut menyatakan bahwa minyak bumi dan batubara berasal dari bagian hewan dan tanaman yang terpendam dalam kerak bumi lalu mendapat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi hingga membentuk bahan bakar dalam waktu yang sangat lama. Dari kalimat pengaruh tekanan dan suhu serta waktu yang sangat lama inilah dapat disimpulkan bahwa minyak bumi dan batu bara masih bisa diproduksi namun tidak dengan cara yang mudah karena membutuhkan syarat dan kondisi tertentu. Meskipun demikian ada satu hal yang bisa dicermati bahwa batu bara juga memiliki proses pembentukan yang sama dengan minyak bumi walau berbeda asal pembentukan, di dalam dunia perminyakan jika kita mengebor minyak akan juga didapatkan gas alam sebagai produk ikutan atau biasa disebut associated gas. Gas ikutan ini adalah gas alam yang muncul sebagai hasil proses pembentukan minyak bumi dan umumnya memiliki kandungan methana yang cukup besar. Hingga saat ini eksplorasi sumber energi dunia mulai mengarahkan tujuannya untuk mencari kandungan gas alam di bumi sebagai sumber alternatif mendampingi minyak bumi.

Jika dalam eksplorasi minyak bumi bisa ditemukan gas alam bagaimana dengan eksplorasi batu bara? Dalam penambangan batu bara, gas methana juga sering ditemukan saat dilakukan penggalian. Hal inilah yang mendorong penelitian dan pengembangan bagaimana menemukan cadangan gas alam dalam kerak bumi yang juga mengandung batu bara namun tanpa harus menambang batu bara. Seperti diketahui tidak semua kerak bumi yang mengandung batu bara bisa ditambang karena alasan ekonomi. Kandungan batu bara muda dan kuantitasnya yang tidak menguntungkan menjadi penyebab kenapa di beberapa wilayah yang mengandung cadangan batu bara tidak dilakukan eksplorasi. Batu bara akan ditambang jika memiliki kandungan yang cukup besar dan cadangannya berisi lignite yang bagus dalam artian batu bara yang memiliki nilai panas/kalori yang tinggi. Jika kedua persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka penambangan dinilai tidak ekonomis, namun demikian dalam kerak bumi yang mengandung batu bara yang tidak ditambang tersebut masih terkandung cadangan gas alam yang cukup besar oleh karena itu eksplorasi bisa dialihkan untuk tujuan mendapatkan gas alam.

Gas alam dari batu bara biasa disebut coal bed methane (CBM), awalnya gas alam tersebut terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batu bara namun karena gas alam tersebut terperangkap dalam kerak bumi dan tidak mendapat jalan keluar menuju atmosfer hingga terperangkap dalam uap air jenuh yang mengelilingi batu bara. Dalam penambangan gas alam dari batu bara syarat-syarat yang dilakukan untuk eksplorasi antara lain adalah:

1.Gas methane yang dikandung oleh lapisan batu bara adalah sejumlah 50-70 cubic feet per ton batu bara.

2.Lapisan batu bara dalam kerak bumi sebesar 20 feet atau lebih (minimal 60 sentimeter).

3.Gas alam dari batu bara ini umumnya muncul pada daerah yang kandungan airnya memiliki natrium bikarbonat dan uap airnya cukup memiki tekanan untuk menahan munculnya gas alam ke udara terbuka.

Dalam teknik pengeboran gas alam dari batu bara ini diperlukan ekstraksi atau mengeluarkan gas alam dari uap air yang muncul ke permukaan. Ilustrasi teknik pengeboran bisa dilihat pada gambar 1 dibawah ini

Gambar 1. Teknik Pengeboran CBM

Pada gambar diatas bisa terlihat bagaimana gas alam akan keluar dari lapisan batu bara di kerak bumi bersamaan dengan keluarnya uap air jenuh yang mengelilingi lapisan batu bara. Pada proses ini air dipompa keluar menuju lapisan terluar kerak bumi untuk mengurangi tekanan dalam lapisan batu bara dan mendorong gas alam keluar dari lapisan batu bara menuju tangki penampung atau pipa gas alam. Teknologi eksplorasi gas alam dari batu bara muncul pertama kali pada tahun 1918 dan dilakukan dalam skala kecil di Power River Wyoming, Amerika Serikat. Seiring akan meningkatnya konsumsi gas alam baik untuk keperluan pembangkit listrik dan industri termasuk otomotif maka teknologi ini sekarang makin dikembangkan untuk mendapatkan gas alam dari penambangan konvensional (Flores et al., 1999).

Apa saja yang menjadi perbedaan antara penambangan gas konvensional dengan penambangan CBM? Ada beberapa hal yang menjadi perbedaan utama antara lain lokasi penambangan, teknis penambangan, dan biaya.

13796088492048403195
13796088492048403195

Gambar 2. Perbedaan Penambangan CBM dengan Konvensional Gas

Dilihat dari gambar 2 diatas maka penambangan gas alam dari batu bara bisa dibedakan sebagai berikut:

1.Penambangan CBM bisa dilakukan apabila dalam kerak bumi tersebut terdapat lapisan batu bara lain dengan penambangan gas konvensional yang bisa dilakukan apabila dalam kerak bumi mengandung batuan yang dikelilingi oleh gas alam.

2.Penambangan CBM menghasilkan gas alam yang bertambah namun produksi air semakin berkurang karena dalam sisi teknis air harus dipompa keluar untuk mendorong keluarnya gas sehingga semakin sedikit air dalam lapisan batu bara maka semakin besar gas alam yang akan keluar, sedangkan penambangan gas alam konvensional produksi air akan semakin meningkat seiring dengan menurunnya kandungan gas.

3.Penambangan CBM umumnya dilakukan di daratan dengan kedalaman sekitar 4000 feet beda dengan penambangan gas konvensional yang kadang harus dilakukan di lepas pantai (offshore) dengan kedalaman mencapai 6000-9000 feet. Lokasi yang jauh dari daratan inilah yang kadang membuat harga gas dari penambangan konvensional lebih tinggi daripada harga gas dari CBM karena harus menyediakan teknologi pengeboran bawah laut, distribusi gas dengan pipa bawah laut atau kapal tanker, dan unit pemurnian gas alam diatas laut (Floating Processing and Storage Unit).

Di Indonesia sendiri proyek pengembangan gas alam dari batu bara ini sudah mulai dilakukan di propinsi Sumatera Selatan tepatnya di wilayah Tanjung Enim di dekat penambangan batu bara PT. Bukit Asam. Potensi CBM di Indonesia sendiri diperkirakan sebesar 453 tcf (trillion cubic feet) yang tersebar di beberapa wilayah di pulau Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. Potensi terbesar ada di pulau Sumatera yang mencapai334 tcf tersebar di propinsi Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Bengkulu. Penambangan CBM ini mulai dilakukan untuk memenuhi konsumsi akan gas alam baik di bidang energi listrik dan industry untuk selanjutnya bisa juga dikembangkan dalam bentuk compressed natural gas (CNG) untuk kendaraan bermotor.

Kendala yang ditemukan dalam pengelolaan CBM di Indonesia saat ini adalah masalah infrastruktur berupa distribusi gas alam dan tata kelola lingkungan. Infrastruktur penyaluran berupa pembangunan pipa gas dan tangki penyimpan masih cukup minim di Indonesia, banyak pembangunan perpipaan di Indonesia terbentur masalah pada wilayah yang banyak dihuni oleh penduduk serta birokrasi yang masih belum efektif. Selain itu hingga saat ini belum ada peraturan khusus dari pemerintah tentang pengelolaan lingkungan di sekitar penambangan CBM berbeda dengan UU Migas dan Panas Bumi yang sudah menjadi pembahasan pemerintah, penambangan CBM masih belum memasuki tahap perundang-undangan. Diharapkan dengan adanya UU yang mengatur tentang tata kelola penambangan CBM maka produksi gas alam dari Indonesia akan bertambah dan masyarakat Indonesia bisa lebih memprioritaskan penggunaan gas alam untuk kebutuhan energi mengurangi ketergantungan akan minyak bumi.

Referensi :

Dott, R.H., Hypotheses of An organic Origin, American Association of Geologist Journal: 1969, 1-42.

Flores, R., Stricker, G., Meyer, J., Norton, P., Livingston, R., Jennings, M., Impact of Coal Bed Methane Development in River Basin, Wyoming, ICCRC Paper:1999, 1-26.

http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/5214-potensi-shale-gas-indonesia-capai-574-tscf.html

sumber gambar 1

sumber gambar 2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun