Kekuatan Ilahi
      Â
       Pada pagi hari, terdengar suara ayam berkokok.Aku pun teringat bahwa hari itu adalah hari yang aku tunggu tunggu untuk bermain futsal melawan kelas seangkatanku yaitu XI-6 maka itu aku pun sangat bersemangat untuk membuktikan bahwa kelas XI-1 lebih baik dari kelas XI-6 dalam permainan futsal. Aku Pun segera bergegas untuk menyiapkan segala keperluan untuk dapat menampilkan permainan futsal yang cantik dan nyaman, sebab peralatan yang dipersiapkan dengan baik akan sangat mendukung performa di lapangan seperti pemain profesional Manchester United yaitu Scholes. Aku akhirnya telah mempersiapkan segala kebutuhan yang nantinya akan dipakai saat pertandingan dimulai dan aku segera memesan gojek untuk pergi ke rumah teman saya yaitu Marchio.
      Saat sampai di rumah Marchio ternyata di rumahnya terdapat teman-teman lainnya yang sudah datang, Bersiap untuk pergi futsal. Akupun dibonceng Marchio untuk pergi ke lapangan futsal , tetapi saat di perjalanan teman kami bernama Samuel menyarankan untuk pergi ke tempat biliar. Setelah menempuh perjalanan, aku pun sampai ke tempat biliar dan bermain Bersama teman-teman. Aku sangat menikmati momen bermain biliar, saat aku melakukan  break pada bola biliar, entah mengapa aku dapat menjatuhkan bola putih, mungkin itu kekuatan Ilahi pikirku. Setelah berlama-lama bermain biliar tidak terasa waktu telah berlalu begitu cepat, hari sudah malam dan kami ternyata sudah telat 15 menit. Aku dan temanku akhirnya cemas setelah melihat jam tangan yang dimiliki Marchio. Aku dan teman-temanku akhirnya tergesa-gesa untuk dapat segera pergi menuju ke tempat lapangan futsal.
      Diperjalanan dingin angin malam menusuk kulit saat aku dan Chio melaju di atas motor menuju lapangan futsal. Motor Chio melesat bagaikan kilat, membelah jalanan gelap dengan suara knalpot yang meraung-raung. Kami harus cepat. Pertandingan penting menunggu. Namun, seperti takdir ingin bermain-main dengan kami, perhatian Chio justru teralihkan oleh velg motornya sendiri. "Bro, lihat velg ini. Mewah banget, kan?" katanya sambil melirik ke bawah. Aku membelalakkan mata. "WOI! Fokus nyetir! Mau mati kita?!?" BRAK! Motor hampir tergelincir saat dia menginjak lubang di jalan. Jantungku hampir lompat keluar. Kami akhirnya tiba di lapangan, tapi tetap saja telat. Tapi aku bersyukur karena nyawa kami diselamatkan oleh perlindungan kekuatan Ilahi yang dari pada Tuhan pikirku.
      Sesampainya di lapangan futsal. Kami merasakan aura yang kurang mengenakan sebab lapangan futsal ini terletak di dekat kuburan, menambah nuansa mistis di malam yang sudah cukup mencekam. Lawan kami sudah tiba lebih dulu. Mereka berdiri berjejer, menatap kami dengan mata membara seperti sekelompok gladiator yang siap bertarung. Aku dan tim bersiap. Sepatu terpasang, jersey dikancing, dan strategi dipikirkan. Aku diposisikan sebagai penjaga gawang, siap mempertahankan gawang dengan segenap jiwa dan raga. Peluit berbunyi. Pertandingan dimulai !
      Lima menit pertama, aku melihat bahwa teman setim ku bisa mendominasi jalannya pertandingan. Mulai dari penguasaan bola timku dapat mengalirkan bola seperti air berjalan, sangat cair layaknya tim besar seperti Manchester United. Selama pertandingan babak 1 aku berhasil menepis berbagai bola, aku merasa kekuatan Ilahi sedang mengalir di dalam tubuhku sehingga hal ini mendukung performa ku yang sangat baik. Aku sangat bersyukur akan apa yang terjadi saat ini.
      Pada 10 menit jelang akhir babak pertama entah mengapa musuh dapat menguasai jalannya pertandingan, pikirku mungkin teman setim ku mulai kehabisan stamina. Musuh seakan tidak puas hanya menguasai jalannya pertandingan mereka akhirnya dapat mengungguli skor tim mereka, aku dan tim akhirnya harus tertinggal 1 gol dengan tim musuh jelang akhir babak. Aku dan tim akhirnya sadar ada sesuatu masalah yang terjadi sehingga hal ini dapat terjadi. Melihat situasi yang ada aku dan tim memutuskan untuk mengambil timeout jelang 5 menit babak pertama berakhir. Saat time out dilakukan aku dan tim mendiskusikan dan memutuskan bahwa, tim ini kurang dalam menguasai lapangan tengah, aliran dari Tengah ke depan sering kali tersendat dan terputus sehingga serangan balik dari musuh sering kali terjadi. Hal ini menyebabkan penjaga gawang mudah dikecoh karena penjaga gawang tidak mendapatkan bantuan dari pemain bertahan yang sudah kalah posisi serta kalah lari. Akibatnya pertahanan kami mudah di obrak-abrik oleh lawan yang mengirimkan umpan silang dan umpan terobosan dari Tengah ke depan.
      Waktu timeout hampir habis akhirnya aku dan tim memutuskan untuk mengganti posisiku yang tadinya penjaga gawang menjadi seorang pemain tengah, sadar bahwa stamina untuk menjadi pemain tengah harus lebih tinggi dari penjaga gawang maka dari itu aku mempersiapkan diri untuk menghadapi kelelahan yang akan terjadi. Aku memberikan isyarat kepada rekan setim ku untuk menggantikan posisi penjaga gawang yang aku tempati. Aku melihat satu temanku bernama Samuel kelelahan, kebetulan posisi dia sebagai seorang pemain tengah, jadi aku bergegas untuk melakukan rotasi posisi dengan dia.
     Aku merasakan keringat dingin mengalir ke seluruh tubuhku, aku merasa seperti sedang berada di kutub utara. Aku merasa bahwa menjadi pemain tengah mempunyai tekanan lebih tinggi dari seorang penjaga gawang karena dituntut dapat mengolah bola, membuat serangan menjadi lebih kreatif, sehingga gol dapat terjadi. Pertandingan babak kedua pun dimulai, aku merasa ketegangan ini sangat mengganggu konsentrasiku aku mudah kehilangan bola, control bolaku sering lepas dan saat aku mengalirkan bola, bola itu seringkali tidak akurat menuju teman setim ku. Aku makin terpuruk dan cemas ketika tiba-tiba terdengar suara riuh dari pinggir lapangan. Sejumlah anak kecil muncul, berteriak memberi dukungan untuk tim lawan. "Ayo, hajar mereka!" suara mereka nyaring di malam yang semakin pekat. Bagai kekuatan magis hal ini membuat musuh dapat mencetak gol akibat kelengahan yang aku perbuat, aku tidak fokus melakukan back pass yang membuat musuh malah menerima umpan sodoran ku yang begitu memanjakan dirinya. Suara teriakan dari anak kecil itu seakan menghipnotis diriku yang menganggap wujud tampilan musuh seakan menjadi rekan setim ku, aku terheran-heran dengan diriku sendiri.
     Aku melihat skore sudah 2-0 musuh memimpin. Pada 35 menit jelang babak kedua berakhir aku hampir kehilangan harapan akan situasi yang terjadi. Sampai sesuatu terjadi. Dari kejauhan, aku melihat sosok seseorang yang sangat aku kenal. Dia datang bersama teman perempuanku. Orang yang selama ini diam-diam kusukai. Dunia seolah berhenti sejenak. Aku menelan ludah, napas tersengal. Seperti ada aliran listrik mengalir dalam tubuhku. Entah kekuatan apa yang masuk ke dalam diriku, tapi aku tahu satu hal: aku tak boleh kalah di depan dia. Dalam hatiku aku merasa, aku tidak boleh mempermalukan diriku di hadapan dia, aku ingin melihat senyuman di wajahnya melihat kemenanganku.