Sebuah cerpen
Â
Langit Jakarta berwarna abu-abu. Suara gitar sederhana menggema di antara hiruk-pikuk kendaraan. Adit, seorang pengamen jalanan. 24 tahun. Memainkan sebuah lagu lama yang acap diminta orang-orang di persimpangan jalan. Namun, pikirannya jauh melayang, menuju sebuah desa kecil di Jawa Tengah. Tempat keluarganya tinggal.Â
Â
Melodi Pulang Kampung
Yoss Prabu
Hari ini, Adit kembali dihantui rasa rindu yang berat.
Pemuda sudah tiga tahun di Jakarta, mencari rezeki untuk membantu keluarganya di kampung. Namun, pandemi dan ekonomi yang tidak menentu membuat tabungannya habis. Ia hanya bisa membayangkan wajah bapak dan ibunya yang menua dan adik kecilnya yang kini tumbuh tanpa dirinya. Idulfitri tinggal beberapa hari lagi. Dan pulang kampung seolah menjadi sesuatu yang mustahil.
Sore hari, di persimpangan jalan. Di salah satu pojokan Jakarta. Adit menyanyikan lagu-lagu berirama galau. Hujan baru saja reda, dan aroma aspal basah bercampur dengan harum gorengan pedagang kaki lima. Menerjang sengit ujung hidungnya yang agak pesek. Ketika sudut pandangannya melihat seorang perempuan duduk di halte bus. Memakai jibab dan membawa tas besar. Dia tampak berbeda dari orang-orang yang berlalu-lalang.
"Maaf, Mas. Sini," perempuan itu memanggil ketika Adit selesai menyanyi.