Mohon tunggu...
yoshirahma
yoshirahma Mohon Tunggu... mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Legal Pluralisme dan Progessive Law

12 Mei 2025   16:43 Diperbarui: 12 Mei 2025   16:43 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pluralisme hukum merupakan konsep yang menjelaskan keberadaan dua atau lebih sistem hukum yang hidup berdampingan dalam satu masyarakat yang majemuk. Menurut John Griffiths, pluralisme hukum adalah fakta bahwa dalam satu ruang sosial terdapat lebih dari satu tatanan hukum, sedangkan sentralisme hukum dianggap sebagai mitos atau ilusi. Sally Engle Merry juga menyatakan bahwa pluralisme hukum adalah situasi di mana dua atau lebih sistem hukum berlaku bersamaan dalam satu bidang sosial. Werner Menski menambahkan bahwa pluralisme hukum merupakan pendekatan untuk memahami hubungan antara hukum negara (positif), aspek sosial masyarakat, dan hukum alam yang mengandung nilai moral dan etika, sehingga hukum yang hidup di masyarakat dapat berdampingan dengan hukum negara.

Dari pengertian tersebut, teori pluralisme hukum menjelaskan keberagaman hukum yang berlaku dalam masyarakat majemuk dan bagaimana berbagai sistem hukum tersebut saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan bersama. Di Indonesia, pluralisme hukum sangat relevan karena terdapat tiga sistem hukum yang diakui secara resmi, yaitu hukum adat, hukum Islam, dan hukum positif. Keberadaan pluralisme hukum ini bukan untuk menciptakan sistem baru, melainkan sebagai paradigma yang mengakui dan menghargai keberagaman hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat.

Lalu pengertian Progessive Law, menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam-putih dari peraturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to very meaning) dari undang-undang atau hukum dalam arti luas. Penegakan hukum tidak hanya kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan.

Legal pluralisme terus berkembang karena keberagaman budaya, adat, dan agama yang tidak dapat diakomodasi secara efektif oleh satu sistem hukum nasional saja. Hukum adat dan sistem lokal telah lama hidup dan diakui oleh negara melalui peraturan perundang-undangan, sehingga masyarakat tetap menggunakannya dalam menyelesaikan masalah sosial dan hukum. Sistem hukum nasional seringkali belum mampu menjangkau kebutuhan seluruh kelompok masyarakat secara menyeluruh, sehingga masyarakat memilih sistem hukum alternatif yang lebih sesuai dengan nilai dan kondisi lokal mereka. Dengan demikian, berbagai sistem hukum ini berjalan berdampingan dan saling melengkapi, mencerminkan kompleksitas sosial dan menjaga keadilan serta keseimbangan dalam masyarakat.

Kritik legal pluralisme terhadap sentralisme hukum adalah bahwa sentralisme hukum memusatkan kekuasaan hanya pada satu sistem hukum negara yang berlaku seragam, sehingga mengabaikan keberagaman hukum adat, agama, dan norma sosial lain yang hidup di masyarakat. Pendekatan sentralistik ini tidak mampu mengakomodasi keragaman budaya dan kebutuhan lokal, yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpuasan. Legal pluralisme menegaskan pentingnya pengakuan terhadap berbagai sistem hukum yang berjalan paralel dan interaktif, meskipun hal ini juga menimbulkan potensi konflik norma dan ketidakpastian hukum akibat hubungan asimetris antar sistem hukum.

Sedangkan kritik progressive law terhadap perkembangan hukum di Indonesia menyoroti sistem hukum nasional yang kaku, birokratis, dan kurang responsif terhadap kebutuhan keadilan substantif masyarakat. Hukum progresif mengkritik dominasi hukum positif yang formalistik dan menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan semata, sehingga mengabaikan nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Pendekatan progresif menuntut hukum yang dinamis, responsif, dan berorientasi pada keadilan substantif dengan menempatkan manusia dan nilai sosial sebagai pusat tujuan hukum. Kritik ini juga menyoroti perlunya reformasi dalam pendidikan, pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan hukum agar hukum dapat berfungsi sebagai alat pembebasan dan pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar pengaturan teknis dan formal.

Keberadaan pluralisme hukum di Indonesia merupakan cerminan nyata dari keragaman sosial, budaya, dan agama yang sangat kompleks. Dengan adanya tiga sistem hukum yang diakui-hukum adat, hukum Islam, dan hukum positif-masyarakat dapat memilih sistem hukum yang paling sesuai dengan nilai dan kebutuhan mereka. Pluralisme hukum ini penting untuk menjaga keharmonisan sosial, memberikan keadilan inklusif, dan menghormati keberagaman budaya serta keyakinan masyarakat. Hal ini menandakan bahwa hukum tidak hanya bersifat normatif dan formal, tetapi juga hidup dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat.

Hukum progresif berkembang di Indonesia karena masyarakat merasakan bahwa hukum positif yang kaku dan formalistik tidak mampu menjawab persoalan nyata. Pemikiran hukum progresif yang dikembangkan oleh Prof. Satjipto Rahardjo menekankan bahwa hukum harus dinamis, fleksibel, dan berpihak pada keadilan substantif serta kemanusiaan. Hukum progresif dianggap sebagai alat pembebas yang mampu mengatasi keterpurukan hukum, seperti mafia peradilan dan komersialisasi hukum, dengan menuntut keberanian aparat hukum untuk menafsirkan hukum secara kontekstual sesuai kebutuhan masyarakat. Pendekatan ini memberikan ruang bagi hukum untuk berkembang dan beradaptasi dengan perubahan sosial, sehingga lebih responsif terhadap kebutuhan dan keadilan yang sesungguhnya di Indonesia.

Yoshi/214/4F HES

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun