Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaklumi Viralnya "Indonesia Terserah"

20 Mei 2020   03:21 Diperbarui: 20 Mei 2020   09:02 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa hari terakhir, tagar "Indonesia Terserah" menjadi viral di media sosial. Alhasil, muncul sejumlah karya seperti karikatur dan lagu, selain celotehan khas warganet kita.

Memang, ada sejumlah pihak yang menyayangkan viralnya tagar ini. Maklum, kata "terserah" biasanya lekat dengan sikap "bodo amat" atau "apatis". Keduanya sama-sama lekat dengan cap negatif. Tapi, sebenarnya ini sangat relevan dengan situasi sekarang.

Seperti diketahui, kebijakan pemerintah terkait pandemi Corona terkesan inkonsisten. Dalam artian, ada aturan tertulis, yang sebenarnya tegas, tapi masih punya celah untuk diakali. Jadi, pelanggan yang ada, tidak  terlihat seperti sebuah pelanggaran.

Secara kultural, ini normal. Apalagi, setiap aturan pasti punya celah untuk dimanfaatkan. Ini adalah salah satu keahlian masyarakat kita.

Keahlian memanfaatkan celah inilah,  yang membuat semua regulasi di masa pandemi Corona terkesan ompong. Apa boleh buat, pemerintah selaku pembuat kebijakan jadi sasaran kritik.

Masalahnya, respon yang ditampilkan pemerintah setelahnya, justru membuat semua jadi semakin membingungkan. Ada kebijakan social distancing, yang disusul dengan penerapan PSBB. Dengan harapan, rantai penyebaran virus Corona bisa diputus.

Meski esensinya tepat, kebijakan ini tidak taktis, karena tak ada antisipasi memadai, khususnya terhadap efek domino setelah kebijakan ini dijalankan. Akibatnya, meski aktivitas masyarakat bisa dibatasi, efek sampingnya justru menjadi sumber masalah baru.

Memang, aktivitas masyarakat sudah dibatasi, tapi melambatnya perekonomian secara makro, akibat macetnya sejumlah aktivitas ekonomi, dan berbagai sektor lainnya tidak. Oke, ada yang masih berjalan, meski pada akhirnya melambat, kecuali pada sektor vital seperti logistik dan telekomunikasi, yang mengalami peningkatan signifikan.

Masalah kembali muncul, karena akibat perlambatan ekonomi ini, masyarakat, khususnya di ibukota, tempat terjadinya kasus COVID-19 terbanyak di Indonesia, dihadapkan pada dilema, tetap bertahan dengan pendapatan terus berkurang, atau pulang kampung meski tanpa ada kepastian.

Akibatnya, sebagian masyarakat di ibukota memutuskan pulang kampung sebelum lebaran tiba. Hal ini sekali lagi lalai diantisipasi, karena larangan resmi baru ada, setelah banyak orang berbondong-bondong pulang kampung.  Tak dinyana, ini menjadi salah satu penyebab, mengapa virus Corona bisa menyebar ke berbagai provinsi di seluruh Indonesia.

Setelah ada pun, celah aturan ini ternyata masih saja bisa diakali, dengan banyaknya orang yang masih bisa pulang kampung, meski harus lewat jalan tikus. Tak hanya itu, sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab ikut memanfaatkan keadaan, dengan memperdagangkan surat keterangan sehat secara daring. Jadi, kita bisa melihat bersama, serumit apa situasi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun