Menteri Dikbud dan Ristek, dalam peraturan menteri itu juga menjelaskan bahwa selain pakaian seragam sekolah dan pakaian seragam khas sekolah, pemerintah daerah (Pemda) sesuai dengan kewenangannya dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi peserta didik pada sekolah.
Bahkan yang tidak kalah penting dan menariknya Permendikbud Ristek ini adalah di sana ditegaskan lagi bahwa pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan/atau kepala sekolah yang melanggar kewajiban yang diatur dalam Permendikbud Ristek 50 ini akan dikenakan sanksi administratif, berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, penundaan kenaikan pangkat, golongan dan hak-hak jabatan; dan sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagaimana Menyikapinya
Dengan membaca dan mendalami Permendikbud ini, sebagai orangtua siswa yang punya anak sedang belajar di SD dan SMA, saya menarik kesimpulan bahwa berdasarkan peraturan ini, sekolah ditambahkan lagi beban dalam hal soal seragam sekolah.Â
Sebab ketika membaca aturan ini, kita menemukan bahwa sebelumnya di sekolah sudah ada dua (2) macam pakaian seragam yaitu pakaian seragam nasional dan pakaian seragam pramuka.Â
Lalu, dari peraturan tersebut ditambahkan lagi sebuah seragam yang diberi nama "seragam khas sekolah". Berarti sudah tiga (3) macam pakaian seragam. Kalau ditambahkan lagi pakaian seragam wajib yaitu pakaian atau baju adat/tradisional, maka jadilah empat (4) buah seragam sekolah.
Apakah ini tidak memberatkan para orangtua atau wali siswa?
Tentu saja jawabannya "ya" dan "tidak".Â
Kalau jawabannya "ya", tentu kemudian Pak Menteri yang baik hati itu bisa saja menambahkan bahwa seragam bisa diadakan oleh sekolah dengan menggunakan "dana BOS", misalnya. Ya, jangan protes dulu sebab saya hanya menduga-duga isi hati pak Menteri.
Tetapi yang menjadi dasar paling penting adalah seperti yang dikemukakan oleh Prof. Felix Tani dalam judul tulisan "Pak Nadiem, Tolong Revisi Aturan Seragam Pakaian Adat" (Kompasiana,27 Oktober 2022).