Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguatkan KPK Versi DPR dan Pemerintah

16 Februari 2016   10:01 Diperbarui: 16 Februari 2016   10:12 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gedung KPK Jakarta"][/caption]

Nafsu DPR merevisi UU Np 30 Tahun 2002 tentang KPK tampak sudah sampai di ubun-ubun. Kebelet. Kendati sudah diingatkan oleh publik agar UU tersebut jangan direvisi karena masih relevan, DPR tak peduli. Menurut catatan ICW, sejak rencana itu diwacanakan oleh Komisi Hukum DPR pada tanggal 26 Oktober 2010, DPR terus mengupayakan revisi UU KPK.

Sejauh terbaca dari warta sudah empat draft revisi dimunculkan DPR. Berturut-turut, tanggal  23 Februari 2012, 6 Oktober 2015, Desember 2015, dan terakhir 1 Februari 2016. Draft pertama didukung tujuh fraksi di DPR yaitu Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Sejak diwacanakan dan dimunculkannya draft, publik yang anti korupsi terus-menerus melakukan protes. Alasannya ada tiga: dinilai tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, melemahkan KPK, dan yang paling dikuatirkan adalah substansi yang ditambah dan/atau direvisi jelas-jelas memberi angin kepada para koruptor atau calon koruptor.

Setelah gelombang protes berlangsung tujuh bulan lebih, Presiden SBY angkat bicara. Melalui pernyataan pers tanggal 8/10/2012, secara halus beliau meminta DPR menghentikan pembahasan revisi UU KPK. Permintaan ini direspon cepat oleh Panitia Kerja (Panja) revisi UU KPK. Dalam rapatnya tanggal 16 Oktober 2012, Panja memutuskan menghentikan pembahasan UU tersebut. Meski terasa aneh, putusan tersebut bukan cuma didukung semua fraksi di DPR, malahan mereka tiba-tiba sepakat bulat menolak revisi UU KPK.

Dengan putusan itu, publik mengira DPR hasil Pileg tahun 2014 bersikap sama dengan DPR sebelumnya. Ternyata, perkiraan publik salah. Tanggal 9 Februari 2015, DPR yang baru saja meloloskan Komjendpol Budi Gunawan pada fit and proper test sebagai calon Kapolri mengeluarkan surat keputusan No 06A/DPR/II/2014-2015 tentang Program Legislasi Nasional 2015-2019 dan Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2015. Surat ini ditantadatangani oleh sang ketua, Setya Novanto, yang belakangan semakin terkenal dengan predikat “papa minta saham”. Dalam surat itu, revisi UU KPK ditempatkan pada nomor urut 63 dan diusulkan DPR.

Setelah itu, semangat DPR kian membara. Hanya dalam tempo 14 hari, 23/2/2015, draft revisi kembali dimunculkan. Protes demi protes publik pun kembali muncul. Namun, DPR tak ambil pusing. Mereka terus mengupayakan revisi. Dengan mengakomodir beberapa substansi yang ditolak publik, DPR lalu melakukan perubahan di sana sini, kemudian memunculkan draf ketiga, Desember 2015, disusul draft terbaru, 1/2/16.

Semangat membara itu dinyatakan secara resmi pada rapat paripurna, tanggal 23 Juni 2015. Saat itu seluruh Fraksi di DPR sepakat memasukkan Revisi UU KPK dalam Prolegnas Prioritas 2015. Tidak ada satu pun fraksi yang menolak.

Kendati begitu, beberapa saat kemudian, fraksi Gerindra berbalik arah. Fraksi ini melihat ada gelagat tak elok dari rekan-rekannya terhadap KPK. Yakin atas sikapnya itu, fraksi ini akhirnya memutuskan menentang, menolak revisi. Ini, menambah energi bagi publik yang anti korupsi. Petisi penolakan yang telah ditandatangani oleh 57 ribu orang diserahkan kepada Baleg oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, tanggal 9 Februari 2016 (SM, 10/2/2016). Jumlah itu terus bertambah detik demi detik. Pada saat tulisan ini dibuat, change.org mencatat adanya 58.641 penandatangan penolakan revisi UU KPK.

Entah terpengaruh Gerindra atau petisi penolakan publik, tanggal 11/2/16, fraksi Demokrat mengikrarkan posisi balik kanan. Setelah Ketum PD, SBY, mengeluarkan instruksi, fraksi Demokrat di DPR berteriak menolak revisi. Tampaknya, Fraksi PKS juga begitu. Putusan rapat fraksi PKS tanggal 11/2/16, resmi menyatakan menolak revisi. Hanya saja sikap fraksi ini masih dibumbui catatan ekor: “kalau revisi dinilai melemahkan KPK” (republika.co.id, 12/2/16).

Membingungkan

Yang membingungkan, PDIP yang pada tahun 2012 menyatakan menolak revisi, justru berbalik, bahkan getol, menudukung. Sikap pemerintah juga begitu. Ambigu. Pada bulan Juni 2015, Presiden Joko Widodo sempat menyatakan membatalkan rencana pemerintah membahas Revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional 2015. Tetapi melalui Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly justru mengusulkan revisi dalam Prolegnas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun