Ketika tiba saatnya Lebaran, bagi kita yang muslim tentu saja sangat identik dengan, tentu saja, perayaan kemenangan setelah satu bulan memerangi hawa nafsu, satu bulan melatih kesabaran diri dan satu bulan meningkatkan kualitas ibadah. Itu dari sisi ibadah. Dari sisi psikologi dan sosial, sebagai makhluk sosial, maka Lebaran identik dengan tradisi mudik ke kampung halaman, bersilaturahmi kembali dengan orang tua, famili dan mungkin teman-teman masa kecil kita.
Kita sepakat bahwa sebagai negara muslim dan memiliki tradisi mudik, ini menjadi momentum spesial. Namun bagi saya, yang saat ini bertugas di Dinas Perhubungan Provinsi DIY, Lebaran identik dengan tugas. Tugas untuk menjamin kelancaran arus transportasi dan keamanan, tidak hanya bagi pemudik tapi juga bagi warga DIY sendiri. Kondisi ini telah saya alami sejak tahun 2008, artinya sudah lima kali Lebaran saya tidak ikut mudik. Bagaimanapun, ini adalah konsekuensi profesi yang harus kami jalani dan sudah barang tentu, kami sadari sejak pertama kali kami ditugaskan di jajaran perhubungan. Adalah suatu kebahagiaan tersendiri jika melihat wajah-wajah sumringah para pengguna jalan yang merasa terbantu dengan hadirnya kami. Jika katakanlah, ada yang dibutuhkan dari kami perihal informasi lalu lintas misalnya, mereka tidak merasa kebingungan.
Ini hanya sekelumit perasaan saya yang dapat saya tuangkan disini. Bagaimanapun, tetap harus ada yang berkorban demi kepentingan umat yang lebih luas. Selamat merayakan Idul Fitri 1433 H bagi para Kompasianer. Mudah-mudahan dengan adanya Ramadhan kali ini, kita dapat meingkatkan kualitas diri kita menjadi insan yang bersih, jujur dan adil. Amien.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI