Mohon tunggu...
yori oktamarina
yori oktamarina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Alam

Mencintai aktivitas outdoor dan traveling. Traveler nekad

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Paradoks Penangulanan Pandemi, Tiket Murah sebelum Larangan Mudik Berlaku

27 April 2021   01:02 Diperbarui: 27 April 2021   01:35 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemerintah resmi memberlakukan larangan Mudik lebaran pada tanggal 10 April 2021. Larangan ini berlaku mulai tanggal 6-17 Mei 2021 sesuai dengan Surat Edaran Kepala Satuan Tugas (SATGAS) COVID-19 No.13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah. Dengan keluarnya surat edaran ini, pemerintah memang terlihat tegas dalam menangani pandemi COVID-19 yang pada bulan Maret lalu sudah merayakan ulang tahunnya yang pertama. Tidak tanggung-tanggung, seluruh moda transportasi baik darat, laut, maupun udara dilarang memalui surat edaran ini. 

Jika kita mau menilai tegas atau tidaknya pemerintah dalam menangani pandemi berkaca pada surat edaran ini, memang terlihat tegas. Namun apakah efektif atau tidak, itu lain cerita. Yang menjadi persoalan utama ketidak efektifan peraturan ini adalah sayangnya, pandemi tidak menyebar terbatas pada tanggal, melainkan ada atau tidaknya perkumpulan keramaian dam  mobilisasi penduduk. Penetapan larangan mudik yang dikeluarkan pada tanggal 10 April 2021 kemarin memicu respon yang beragam di kalangan masyarakat. Surat edaran ini sekaligus menjadi pemberitahuan bahwa akan ada larangan mudik pada tanggal 6-17 Mei. Maka apa yang terjadi setelah ada pemberitahuan tersebut? 

Mungkin, harapan pemerintah khususnya SATGAS COVID-19 adalah masyarakat tidak akan melakukan perjalanan pulang kampung karena hal tersebut dapat mempercepat penyebaran virus covid-19. Tapi apakah demikian yang terjadi? Semoga saja begitu dan semuanya sesuai dengan harapan SATGAS COVID-19. Namun, jika yang terjadi tidak sesuai harapan, maka kita tidak perlu kaget karena sedari awal peraturan tentang larangan mudik ini dikeluarkan, memang sudah terdapat paradoks.  

Pertama, tentu saja harus kita harus kembali memahami esensi pencegahan penyebaran pandemi yang paling sederhana. Virus dapat menyebar semakin cepat melalui kerumunan dan mobilisasi penduduk, bukan terbatas pada waktu. Para pembuat kebijakan sepertinya agak susah untuk memahami hal ini, karena sedari dulu, larangan-larangan yang mereka lakukan selalu beroientasi pada pembatasan waktu. Misalnya, dilarang berkerumun lebih dari jam 19.00 malam, dilarang keluar rumah pada tanggal sekian hingga sekian, dan yang terbaru tentu saja larangan mudik ini. 

Apakah pembatasan jam berkerumun akan mencegah penyebaran pandemi? tentu saja tidak karena pandemi menyebar 24 jam tanpa peduli dilarang berkerumun pada jam 19.00 ke atas. Apakah pandemi hanya akan menyebar di tanggal-tanggal tertentu yang diputuskan pemerintah? Sayangnya tidak, pandemi dapat menyebar 24 jam, 7 hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan penuh. Berkerumun dibawah jam 19.00 tetap dapat membuat kalian tertular virus covid-19, dan tentu saja, mudik sebelum tanggal 6-17 Mei juga dapat memprcepat penyebaran pandemi.

Larangan berupa penetapan waktu malah akan membuat semakin bayak kerumunan di luar waktu tersebut. Misalnya, larangan berkerumun diatas jam 19.00 akan membuat kerumunan semakin banyak dibawah jam 19.00. Larangan mudik pada tanggal 6-17 Mei juga memungkinkan intensitas pemudik justru meningkat sebelum tanggal tersebut. Toh sebelum tanggal tersebut tidak dilarang kan?

Hal ini diperkuat dengan fenomena banyaknya diskon tiket transportasi diberbagai platform jual beli tiket online sebelum tanggal 6-17 Mei 2021. Tentu saja hal ini akan meningkatkan mobilitas penduduk untuk pulang kampung. 

Kebijakan yang efisien untuk melakukan penanggulanan pandemi tidak dengan memberikan batasan-batasan waktu tapi dengan membuat kebijakan yang secara nyata mencegah kerumunan dan moilitas penduduk, tanpa meningkatkan jumlah kerumunan di waktu yang lain. Seharusnya hal ini benar-benar ditanggapi dengan serius. Pandemi tidak bisa diatasi dengan kebijakan-kebijakan yang hanya formalitas belaka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun