Dirasa masih ada waktu sebelum jam 01 malam, jam 11 malam itu sersan bersama dengan beberapa tentara pemberani pergi ke luar benteng dan berjalan sembunyi-sembunyi menuju areal perkuburan yang diduga sebagai tempat penyimpanan senjata. Dengan hanya berbekal kapmes (pisau pemotong seperti parang dalam istilah Belanda), mereka memeriksa tanah kuburan.Â
Setelah setengah jam menelusuri areal perkuburan, hasilnya tetap nihil. Saat sersan sudah mengumpulkan kembali anak buahnya untuk pulang ke benteng, ada seorang tentara terjatuh dalam sebuah lubang dengan kedalaman hingga sepinggang. Seketika sersan berpikir mungkin ini tempat munculnya lelembut yang telah menakuti seisi benteng yang sebenarnya menjadi tempat orang Aceh menyembunyikan senjata. Selanjutnya opsir pengarang buku menyebutkan:
"Sebentar orang membikin beresih itoe loebang, lantas kalihatan soewatoe lobang kira-kira satoe elo satengah dalamnja."
Lubang itu tadinya ditutup dengan bambu, di atas bambu ditutupi lagi dengan alang-alang. Dibantu penerangan bersumber dari lampu kecil berbentuk lentera, lubang kecil itu lantas diperiksa.Â
Di dalam lubang dijumpai sejumlah klewang, tombak, senapan, peluru dan bubuk mesiu. Lubang ini adalah bekas tempat penyimpanan alat-alat untuk bekerja di sawah. Selain itu, ditemukan pula, senjata-senjata yang dirampas dari patroli Belanda. Semua barang-barang tersebut dikeluarkan dari lubang dan dibawa ke benteng.
Di dalam benteng, para tentara siap siaga. Penjaga di pos ditambah, peluru dan bubuk mesiu serta peluru kembang api disiagakan di bastion, ember dan ketel disiapkan di muka gudang obat dan gudang ransum guna mengantisipasi kebakaran. Perempuan dan anak-anak dikumpulkan di tempat yang lebih aman.
Pada jam 01 malam, sekilwak (pengawal yang berjaga di depan benteng) diperintahkan bersembunyi di belakang tembok, petugas meriam disuruh tiarap di belakang meriam. Benteng tersebut memiliki dua bastion. Setiap bastion dilengkapi satu meriam. Â
Pada jam 01.30, situasi di sekeliling benteng senyap. Sekilwak dan opsir mengamati keadaan di luar benteng, namun tidak kunjung mendapati dan mendengar sesuatu, hanya terdengar bunyi angin dan pancuran air.
Pada jam 02, dari dalam hutan terdengar suara teriakan demikian juga di sekeliling benteng. Opsir menulis:
"Djam poekoel duwa baroe kadengaran beterejak di dalam hoetan; sebentar kiri kanan kedengaran beterejak djoega. Sebentar lagi kedengaran seperti soewaranja beriboe-riboe tawon."
Sejumlah orang Aceh terlihat berjalan mengendap di dekat benteng guna memeriksa keadaan. Namun, orang di benteng tetap diam sembari menunggu perintah.