Mohon tunggu...
Yongky TeguhSetiaji
Yongky TeguhSetiaji Mohon Tunggu... S1 Pendidikan Akuntansi

Young Researcher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dari Bencana ke Solusi: Siswa HASMI Bogor Ubah Lumpur Lapindo Menjadi Pupuk Ramah Lingkungan

6 Oktober 2025   16:52 Diperbarui: 6 Oktober 2025   16:52 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bogor, Jawa Barat --- Dua siswa SMA Islam HASMI Bogor, Zubair Alkwarismi (19) dan Mochamad Abdillah Wasom (17), menghadirkan gagasan segar di ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2025 Puspresnas, yakni mengolah lumpur Lapindo menjadi pupuk organomineral berbasis silika (SiO) yang ramah lingkungan. Di bawah bimbingan Daffa' Rizal Dzulfaqaar Alauddin, S.Si., M.Si., riset ini berangkat dari pertanyaan sederhana namun berdampak, apakah material yang selama ini lekat dengan bencana dapat dialihkan menjadi sumber daya pertanian yang aman dan bermanfaat.

Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan di Laboratorium IPA serta kebun hortikultura sekolah. Ide dasarnya adalah membersihkan lumpur dari pengotor, memanfaatkan kandungan silika sebagai bahan aktif, lalu memadukannya dengan bahan organik dan mikroba baik agar tanah lebih "hidup". Tim memilih Pseudomonas sp. dan Trichoderma sp. sebagai pendamping biologis karena keduanya dikenal membantu menstabilkan tanah, meningkatkan ketersediaan hara, dan mendukung akar menyerap nutrisi dengan lebih efisien. "Intinya kami ingin membuktikan bahwa limbah yang selama ini menakutkan bisa dipakai secara bertanggung jawab untuk membantu petani," kata Zubair menjelaskan tujuan riset yang berangkat dari isu lingkungan dan kemandirian pupuk.

Proses pembuatannya disusun bertahap mulai dari sampel lumpur diambil dari Tanggul Sidoarjo, kemudian melalui perendaman, pencucian, pengeringan, dan pengayakan sebelum diformulasikan menjadi pupuk organomineral. Setelah itu, campuran diaktifkan dengan konsorsium mikroba dan diinkubasi pada kondisi terkontrol. Uji efektivitas dilakukan di kebun sekolah dengan tanaman indikator sayuran daun. Tim menggunakan benih bayam sebagai salah satu tanaman uji, kemudian membandingkan performanya pada berbagai perlakuan, termasuk kontrol tanpa pupuk dan kontrol positif berupa pupuk komersial (kompos). Selama masa tanam 30 hari, mereka memantau tinggi tanaman, jumlah daun, dan warna/kehijauan daun sebagai parameter pertumbuhan. Hasil awal menunjukkan kelompok dengan pupuk organomineral menghasilkan bayam yang tampak lebih subur, berdaun lebih banyak dan hijau, serta memiliki tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan kelompok pembanding.

"Keunggulan formula kami bertumpu pada dua hal. Pertama, silika dari lumpur Lapindo yang sudah kami detoksifikasi membantu memperkuat jaringan tanaman, menjaga daun lebih tegak sehingga penangkapan cahaya lebih efisien dan fotosintesis lebih baik. Kedua, kombinasi Pseudomonas sp. dan Trichoderma sp. menstabilkan logam berat, memperbaiki ketersediaan hara, dan 'menghidupkan' mikrobioma tanah. Dengan kata lain, pupuk 'hidup' ini bukan cuma mendorong panen, tapi juga memperbaiki kesehatan tanah dalam jangka panjang," ujar Abdillah, mewakili tim peneliti.

Sekolah menegaskan bahwa pengembangan produk akan tetap merujuk pada mutu yang berlaku, termasuk parameter SNI pupuk, sebelum berbicara penerapan luas di lapangan. "Kami ingin masyarakat yakin bahwa tahap demi tahap akan ditempuh dengan standar keselamatan. Target kami jelas, patuh pada rujukan mutu sebelum bicara pemakaian luas," ucap Daffa'. Ia menambahkan, pendekatan ini sejalan dengan kebutuhan pupuk yang lebih ramah lingkungan sekaligus upaya mengurangi ketergantungan pada pupuk sintetis.

Pihak sekolah menyambut karya ini sebagai contoh pembelajaran berbasis masalah yang konkret. Dari bencana menuju solusi, dari limbah menuju nilai tambah, riset Zubair dan Abdillah menunjukkan bahwa inovasi bisa lahir dari kepekaan terhadap lingkungan sekitar. "Kami ingin anak didik kami berani mengusulkan ide, bertanggung jawab pada data, dan peka pada dampaknya bagi masyarakat," tutup Daffa'. Dengan langkah hati-hati namun progresif, karya OPSI 2025 dari SMA Islam HASMI ini diharapkan memperkaya upaya menuju pertanian yang lebih hijau, aman, dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun