Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Daftar Capim KPK, Hakim "Kopi Sianida" Punya Catatan Kontroversial

5 Juli 2019   15:20 Diperbarui: 5 Juli 2019   18:06 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hakim Binsar Gultom saat mengadili Jessica. Foto: KOMPAS.com/Garry Andrew Lotulung

Kursi komisioner atau pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memiliki daya tarik kuat. Sejumlah lembaga ikut mengajukan anggotanya untuk memperebutkan 5 kursi komisoner. Bukan hanya dari lembaga penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian, peminat juga datang dari organisasi lainnya dan juga perorangan.

Tiga komisioner KPK saat ini juga ada yang ikut seleksi. Mereka adalah Alexander Marwata, Laode M Syarif, dan Basaria Pandjaitan. Selain itu Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono juga ikut mencoba peruntungan.

Menurut Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK Yenti Garnasih sampai saat ini sudah ada 384 pendaftar. Pansel akan melakukan seleksi hingga terpilih 10 nama yang untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. 

Selanjutnya, Presiden menyerahkan nama-nama tersebut ke DPR untuk dilakukan fit and proper test untuk selanjutnya dipilih 5 nama yang dianggap paling layak memimpin KPK.

Dari ratusan nama tersebut, terselip satu pendaftar yang cukup menarik perhatian publik yakni Binsar Gultom. Nama hakim Pengadilan Tinggi Banten ini berkibar saat mengadili kasus kopi bersianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin dengan tersangka Jessica Kumala Wongso. Perempuan berusia 27 tahun tersebut meninggal dunia setelah meminum Kopi es vietnam di Olivier Cafe Grand Indonesia. Jessica lantas dituduh menaruh sianida dalam gelas es tersebut.

Persidangan kasus kopi sianida ini mendapat perhatian luas dari masyarakat antara lain karena disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun televisi. Belum lagi intrik di baliknya mengingat korban dan tersangka sama-sama perempuan muda yang sebelum berteman cukup akrab. Dugaan adanya sakit hati, hubungan sejenis hingga persaingan usaha antara kedua Mirna dan Jessica

Kontroversi juga melibatkan hakim Gultom dan pengacara Jessica. Hidayat Bostam. Gultom dianggap terlalu memihak kepada korban dan menyudutkan kliennya sehingga Hidayat melaporkan ke Komisi Yusdisial (KY). 

Namun vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan mejelis hakim kepada Jessica seolah mematahkan anggapan Bostam karena tidak mendapat koreksi oleh pengadilan di atasnya, termasuk dalam proses kasasi hingga peninjauan kembali (PK). Saat ini status Jessica sudah terpidana dan tengah menjalani hukumannya di rutan Kelas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.

Bukan hanya dalam hal menyidangkan kasus kopi sianida, Binsar Gultom juga sempat membuat kontroversi ketika menerbitkan buku berjudul "Pandangan Kkritis Seorang Hakim". Dalam buku ini Gultom menyimpulkan usia dini dan ketidakperawanan perempuan sebagai penyebab tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian.

Kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman Gultom mengadili 250-an kasus perceraian di pengadilan. Menurut Gultom, Undang-undang Perkawinan UU Nomor 1 Tahun 1974, tidak lagi memadai sehingga harus direvisi. 

Materi pokok yang perlu ditinjau ulangan adalah terkait batasan usia perkawinan yakni 16 tahun perempuan dan 18 tahun bagi laki-laki. Gultom mengusulkan agar batasan usia dinaikkan menjadi 19 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Tidak cukup hanya dengan menaikkan usia, Gultom juga memiliki pandangan agar sebelum perkawinan dilakukan tes keperawan bagi perempuan. Sebab, menurut Gultom, keperawanan seringkali menjadi penyebab terjadi perceraian. 

Padahal perkawinan adalah janji suci kepada Tuhan dan juga didasarkan pada hukum negara sehingga perceraian, melanggar hukum negara juga hukum agama. Jika setelah dilakukan tes ternyata calon mempelai perempuan sudah tidak perawan, maka, masih menurut Gultom, negara harus ikut campur dengan menunda perkawinan.

Karuan saja pandangan Gultom mematik komentar pedas dari berbagai pihak terutama para penggiat isu-isu gender. Pandangan Gultom dianggap bias dan diskriminatif karena hanya menempatkan perempuan sebagai penyebab perceraian.

Kini Gultom telah mendaftar sebagai capim KPK. Jika lolos seleksi adminitrasi, Gultom akan mengikuti tes selanjutnya dan kemungkinan akan lolos hingga tahap fit and proper test di DPR.

Apakah akan ada kontroversi diciptakan Binsar Gultom selama proses seleksi ? Mari kita ikuti dan cermati proses seleksi capim KPK agar menghasilkan komisioner yang benar-benar kredibel dan sesuai dengan harapan masyarakat.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun