Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Mengulik Nasi Goreng Megawati yang Dikangeni Prabowo

11 Januari 2019   13:25 Diperbarui: 24 Juli 2019   16:22 1562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: KOMPAS.com?Kristianto Purnomo

Kedekatan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bukan rahasia lagi. Di samping pernah berpasangan sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2009, keduanya juga dekat karena memiliki ideologi yang sama yakni nasionalis.

Tetapi sulit dipungkiri, sejak Pilpres 2014, seperti ada gap antara Megawati dengan Prabowo. Keputusan PDIP mengusung Joko Widodo sebagai capres dianggap kubu Prabowo sebagai bentuk pengingkaran terhadap perjanjian Batutulis.

Kubu Prabowo menuntut agar PDIP mendukung Prabowo sebagaimana isi perjanjian Batutulis.

Sementara kubu Megawati menilai, perjanjian Batutulis otomatis tidak berlaku karena pasangan Megawati-Prabowo kalah melawan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono -- Boediono.

Hubungan keduanya semakin renggang karena Prabowo dianggap kian dekat dengan kubu partai berbasis Islam modernis seperti PKS dan PAN dan terutama kelompok puritan, yang menginginkan tidak ada pemisahan antara agama dengan politik.

PDIP dan para pendukungnya merasa gerah ketika panggung politik dipenuhi isu agama. Terlebih ketika isu agama digunakan untuk mendiskreditkan lawan politik.

Kini di ajang Pilpres 2019, hubungan Megawati dan Prabowo kembali merenggang. Bahkan lebih buruk karena sebagai capres berpasangan dengan Sandiaga Uno, Prabowo kembali berhadapan dengan Jokowi sebagai petahana yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin. Keputusan Susilo Bambang Yudhoyono membawa Partai Demokrat ke kubu Prabowo semakin menjauhkan keduanya.

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, Prabowo dan SBY sudah beberapa kali bertemu, termasuk pertemuan membahas debat capres di kediaman SBY di daerah Kuningan, Kamis kemarin.

Sementara pada saat bersamaan, Prabowo hanya sekali bertemu Megawati di acara resmi yakni arena Pencak Silat Asian Games.

Lalu untuk apa kini Megawati mengirim "undangan" makan nasi goreng di tengah kemesraan hubungan Prabowo dengan SBY? Apakah Megawati tengah "cemburu" kepada SBY yang berhasil meluluhkan Prabowo dengan suguhan nasi goreng gerobak? Sebab seperti kita ketahui, sampai hari ini, perseteruan SBY dengan Megawati yang sudah berumur 15 tahun, belum juga berakhir.

Poin pertama, jika menilik ucapannya yang disampaikan di acara HUT PDIP ke-46 secara harfiah, sepertinya Megawati ingin meredakan serangan pendukung Prabowo kepada dirinya dan PDIP secara umum yang disebutnya bikin mumet. Jika ini tujuannya, pesan Megawati kurang tepat.

Sebab pendukung Megawati dan Jokowi juga doyan menyerang Prabowo dengan ujaran-ujaran tidak kalah bikin mumet. Negative campaign seperti dilakukan Wasekjen PDIP Ahmad Basarah ketika mengungkit Prabowo sebagai mantan menantu Soeharto yang disebutnya guru korupsi , bukan hanya bikin mumet namun juga tidak sejalan dengan dengungan pilpres yang mengedepankan visi-misi dan adu gagasan.

Poin kedua, politik "nasi goreng" Megawati bisa menjadi ganjalan hubungan Prabowo dengan SBY. Paling tidak SBY tidak akan terlalu mengumbar rahasia kemenangannya di Pilpres 2004 dan 2009 mengingat sewaktu-waktu bisa saja Prabowo memenuhi undangan makan nasi goreng di rumah Megawati.

Trik Megawati tersebut tidak jauh berbeda dengan ucapan SBY ketika memberikan alasan mengapa dirinya bergabung ke kubu Prabowo. Saat itu SBY mengatakan sering bertemu dengan Jokowi tanpa diekspose media alias rahasia, untuk membahas koalisi meski akhirnya tidak tercapai kesepakatan karena terganjal hubungannya dengan Megawati. Dalam perspektif yang luas, ucapan SBY bisa dimaknai sebagai upaya untuk menyemai kecurigaan Megawati pada Jokowi.

Poin ketiga, Megawati ingin mengesankan dirinya seorang negarawan yang tidak menjadikan perbedaan pilihan politik sebagai alas permusuhan pribadi.

Tetapi kemungkinan ini membutuhkan prasyarat lain yakni Megawati harus juga merangkul pihak-pihak lain, terutama memulihkan hubungannya dengan SBY.

Dari beberapa kemungkinan tersebut, secara politik Prabowo tidak perlu menghadiri "undangan" makan nasi goreng di rumah Megawati, setidaknya sampai proses Pilpres 2019 selesai. Tetapi bukan berarti mengharamkan pertemuan di tempat lain, apalagi sampai memutuskan tali silaturahim.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun