Sebab pendukung Megawati dan Jokowi juga doyan menyerang Prabowo dengan ujaran-ujaran tidak kalah bikin mumet. Negative campaign seperti dilakukan Wasekjen PDIP Ahmad Basarah ketika mengungkit Prabowo sebagai mantan menantu Soeharto yang disebutnya guru korupsi , bukan hanya bikin mumet namun juga tidak sejalan dengan dengungan pilpres yang mengedepankan visi-misi dan adu gagasan.
Poin kedua, politik "nasi goreng" Megawati bisa menjadi ganjalan hubungan Prabowo dengan SBY. Paling tidak SBY tidak akan terlalu mengumbar rahasia kemenangannya di Pilpres 2004 dan 2009 mengingat sewaktu-waktu bisa saja Prabowo memenuhi undangan makan nasi goreng di rumah Megawati.
Trik Megawati tersebut tidak jauh berbeda dengan ucapan SBY ketika memberikan alasan mengapa dirinya bergabung ke kubu Prabowo. Saat itu SBY mengatakan sering bertemu dengan Jokowi tanpa diekspose media alias rahasia, untuk membahas koalisi meski akhirnya tidak tercapai kesepakatan karena terganjal hubungannya dengan Megawati. Dalam perspektif yang luas, ucapan SBY bisa dimaknai sebagai upaya untuk menyemai kecurigaan Megawati pada Jokowi.
Poin ketiga, Megawati ingin mengesankan dirinya seorang negarawan yang tidak menjadikan perbedaan pilihan politik sebagai alas permusuhan pribadi.
Tetapi kemungkinan ini membutuhkan prasyarat lain yakni Megawati harus juga merangkul pihak-pihak lain, terutama memulihkan hubungannya dengan SBY.
Dari beberapa kemungkinan tersebut, secara politik Prabowo tidak perlu menghadiri "undangan" makan nasi goreng di rumah Megawati, setidaknya sampai proses Pilpres 2019 selesai. Tetapi bukan berarti mengharamkan pertemuan di tempat lain, apalagi sampai memutuskan tali silaturahim.
Salam @yb