Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengenal 5 Kelompok Calon Pemilih Jokowi-Ma'ruf

19 November 2018   12:21 Diperbarui: 19 November 2018   12:30 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Capres Nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Foto: KOMPAS.com/Garry Andrew Lotulung

Jika pasangan Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno memiliki pendukung fanatik sebagaimana telah dibeber sebelumnya di sini, bagaimana dengan pasangan petahana Jokowi Widodo -- Ma'ruf Amin? Secara logika pendukung fanatiknya tentu lebih banyak. Selain pendukung lama, Jokowi juga memiliki pendukung baru dari kalangan opotunis yang ingin kecipratan manisnya kekuasaan.

Salah satu pendukung baru Jokowi adalah kader dan simpatisan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merapat ke Istana setelah Jokowi menjadi Presiden. Sulit membayangkan kedua partai yang pada Pilpres 2014 mendukung Prabowo, akan berganti haluan jika Jokowi tidak menjadi Presiden dan mendapat kursi di Kabinet Kerja. Artinya, dukungan yang diberikan benar-benar dilandasi oleh kepentingan pragmatis pada kekuasaan, bukan semata sosok Jokowi.

Namun, sebagaimana Demokrat di kubu Prabowo, sulit memastikan suara kader dan simpatisan Golkar serta PPP bulat mendukung Jokowi. Golkar sudah terbiasa bermain dua kaki sejak Pilpres 2004. Salah satu penyebabnya tentu semboyan Golkar sebagai partai yang dilahirkan bukan untuk menjadi oposisi. Dengan bermain dua kaki maka siapa pun yang menang, Golkar tetap memiliki "jalur' untuk masuk ke Istana.

Sedang kader dan simpatisan PPP sejak di bawah kepemimpinan Romahurmuziy alias Rommy memang tidak solid. Bahkan PPP kubu Humphrey Djemat, penerus Djan Faridz, baru saja mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandiaga.

Selain Golkar dan PPP, siapa lagi yang menjadi calon pemilih pasangan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 utamanya dari kalangan kader dan simpatisan partai? Tentu saja para kader dan simpatisan PDIP, Nasdem, PKB dan partai pengusung lainnya.

PDIP dipastikan solid sebagaimana juga Nasdem. Sedang PKB masih tanda tanya mengingat partai bentukan KH Abdurrahman Wahid ini sempat pecah dan adanya kekecewaan karena Jokowi tidak memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres.

Kelompok pendukung kedua Jokowi-Ma'ruf berasal dari kalangan non Muslim. Salah satu penyebabnya karena Prabowo didukung kelompok-kelompok yang oleh sebagian kalangan dianggap intoleran dan membawa agenda fundamentalis. Meski Prabowo sudah menunjukkan dirinya tidak bisa didikte oleh kelompok ini, terutama saat menolak memilih cawapres yang direkomendasi Habib Rizieq Shihab dan GNPF ulama, namun gaungnya kalah oleh stigma sebelumnya. Bahkan muncul anggapan dan kini terus didengungkan, jika Prabowo menang Indonesia akan menjadi negara Islam.

Kelompok non Muslim di luar kader Partai Gerindra tidak sertamerta percaya jika Prabowo berpaham nasionalis-sekular dan bahkan islamnya, menurut Presiden PKS Sohibul Iman, abangan.

Kelompok ketiga adalah umat Islam tradisional, utamanya NU. Jika suara NU bulat, sebenarnya Jokowi bisa menang dengan mudah karena sudah memiliki dukungan dari mayoritas suara nasionalis yang menjadi basis PDIP.Sayangnya, di samping PKB yang menjadi kendaraan politik NU kurang solid, gencarnya safari politik Prabowo dan Sandiaga di kantong-kantong NU, ditambahkan pengangkatan KH Irfan Yusuf, cucu pendiri NU KH Hasyim Asy'ari sebagai juru bicara, juga bisa merusak soliditas suara NU. Jika tidak segera dibendung, Prabowo akan mendapat cipratan suara NU, meski prosentasenya tetap di bawah Jokowi.

Kelompok keempat adalah para penggiat hak azasi, kaum minoritas dan mereka yang menolaknya kembalinya rezim orde baru. Para penggiat hak azasi manusia gemar mengaitkan Prabowo dengan kasus pelanggaran HAM di masa reformasi dan juga kiprah militer di masa orde baru. Jika kaum puritan menjadi bagian kekuasaan, maka kelompok ini menengarai, kebebasan sipil, demokrasi dan hak-hak minoritas, utamanya agama dan kepercayaan, berada dalam ancaman.

Kelompok pendukung kelima yakni pemilik media, kaum minoritas . Menarik mencermati manuver politik penguasaan terhadap media yang dilakukan Jokowi. Setelah memastikan bos-bos grup media besar berada di kubunya, Jokowi masih merasa perlu merekrut Erick Thohir, bos Group Repubika yang selama ini identik dengan suara Islam. Penunjukkan Erick Thohir sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional benar-benar menutup celah bagi lawan untuk membangun opini melalui media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun