Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kejutkan Jokowi, PAN Manfaatkan Ambisi Muhaimin

6 Mei 2018   12:03 Diperbarui: 6 Mei 2018   17:55 2647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi twitter Sahabat Zul @sahabatzulhas

Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menyebut Presiden Jokowi salah jika tidak memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres pada gelaran Pilpres 2019. Politisi asal Lampung itu bahkan menyebut dirinya pendukung Muhaimin untuk mendampingi Jokowi. Setulus apakah dukungan Ketua MPR tersebut kepada koleganya?

Meski bukan hal baru, manuver Zulkifli memang cukup mengejutkan. Bukan soal dukung-mendukungnya, namun serangan terhadap Jokowi melalui Muhaimin. Ibarat proxy war, PAN sukses  menciptakan "perang" antara Muhaimin yang membawa pasukan PKB plus kaum Nahdliyin (NU) dengan Jokowi yang didukung partai-partai pengusung yakni PDIP, Nasdem, Golkar, Hanura, PPP dan PKPI.

Tidak heran jika pernyataan Zulkifli mendapat respon keras kubu Jokowi. Ketua DPP Nasdem Irma Suryani Chaniago meminta Zulkifli untuk tidak mencampuri koalisi lain. Sementara Hanura menyebut yang tahu apakah Muhaimin cocok atau tidak, hanya Jokowi dan Tuhan. Lalu apa tanggapan PDIP? Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengaitkan serangan Zulkifli dengan pernyataan-pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais sebelumnya yang menyebabkan daya jual PAN berkurang.

"Pak Zul (sedang) mempersiapkan soft-landing untuk menghadapi ketidakpastian dan ketidakjelasan peran PAN dalam penentuan pasangan calon," ujar Hendrawan.

Namun jika kita melihat secara jernih, sebenarnya "ulah" Zulkifli tidak akan terjadi jika Muhaimin tidak terlalu berambisi dan terus menekan Jokowi dengan pernyatan-pernyataan provokatif seperti yang dilakukan di gedung Muhammadiyah kemarin. Saat itu Muhaimin mengatakan, jika cawapresnya bukan dirinya, Jokowi bisa kalah. Sangat wajar jika sikap Muhaimin lantas dimanfaatkan pihak lain.

Muhaimin Iskandar bersama Zulkifli Hasan dan pengurus Muhammadiyah. Foto: KOMPAS.id
Muhaimin Iskandar bersama Zulkifli Hasan dan pengurus Muhammadiyah. Foto: KOMPAS.id
Sebenarnya bisa saja Jokowi menerima "pinangan" Muhaimin. Jika pun terjadi friksi di koalisi, karena partai lain juga menginginkan posisi serupa, Jokowi dengan mudah dapat meredamnya. Terlebih keinginan itu bukan bagian dari syarat dukungan. Bahkan boleh dikatakan hanya reaksi balik terhadap sikap PKB. Tetapi Jokowi akan dinilai lemah jika menerima Muhaimin atas dasar "gertakkan".  

Jokowi pun bisa juga tidak menggubris manuver Muhaimin. Sebab tanpa PKB, koalisi pendukungnya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi syarat KPU. Persoalannya Jokowi membutuihkan alasan yang kuat untuk menolaknya. Jokowi tidak bisa "membuang" Muhaimin begitu saja karena di belakangnya bukan hanya PKB, namun juga kyai-kyai kharismatik Nahdlatul Ulama (NU) yang sudah mendeklarasikan mantan Menakertrans ini sebagai cawapres.

Muhaimin tahu persis, konstelasi politik saat ini memaksa Jokowi harus "baik-baik" dengan warga NU. Sebab kyai-kyai NU menjadi sandaran Jokowi untuk melawan stigma anti-Islam yang dikampanyekan kubu Islam puritan. Penolakkan terhadap "aspirasi" kyai NU, bisa menjadi modal kubu lawan untuk memasifkan isu anti-Islam.

Lalu apa yang harus dilakukan Jokowi untuk meredam ambisi Muhaimin tanpa harus berhadapan dengan kyai-kyai NU? Pertama, tentu saja merangkul PKB dengan menjanjikan sejumlah posisi strategis di kabinet seperti menko plus beberapa menteri. Jokowi tidak bisa lagi mengatakan dirinya menolak politik bagi-bagi kekuasaan kepada partai pengusung karena faktanya Kabinet Kerja Jokowi-JK dipenuhi politisi dari partai pengusung, bahkan dijadikan tolok-ukur loyalitas.

Kedua, mengintensifkan pendekatan terhadap kubu Habib Rizieq Shihab di bawah tagline persatuan nasional. Bukan untuk mendapatkan suara kubu Islam puritan, melainkan mengurangi tekanan terkait stigma anti-Islam. Meski berisiko mendapat kritik tajam dari pendukungnya sendiri, tetapi tidak akan sampai menggerus dukungannya.

Ketiga, menarik PAN, atau bahkan mungkin Demokrat, ke dalam koalisi. Dengan demikian menutup peluang terbentuknya poros ketiga. Situasi ini akan memaksa Muhaimin merapat ke Jokowi  karena jika pun merapat ke kubu Prabowo dengan asumsi didukung koalisi Gerindra-PKS, belum tentu ambisinya sebagai cawapres tercapai.

Salam @yb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun