Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

5 Pekerja China di Halim dan Isu Mobilisasi Warga Luar Jelang Pilkada

27 April 2016   21:21 Diperbarui: 28 April 2016   11:08 3503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerja Illegal China yang tertangkap di area lanud Halim | Istimewa

Penangkapan  terhadap 7 orang, di mana 5 di antaranya warga Republik Rakyat China (RRC) di Lanud Halim Perdanakususma  Jakarta Timur, Selasa pagi, 26 April 2016, jangan dianggap remeh. Persoalan ini sangat serius mengingat 5 pekerja asal China tersebut ternyata ‘penyusup’ karena tidak ada ikatan kerja dengan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) yang tengah mengerjakan pekerjaan proyek kereta cepat di sekitar lokasi tersebut.

Mereka juga terbukti tidak dapat menunjukan dokumen perjalanan serta izin tinggalnya selama di Indonesia. Isu adanya mobilisasi warga luar untuk memenangkan calon petahana Basuki Tjahaya Purnama yang akan bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2017, yang selama ini hanya ada di ruang-ruang diskusi, sontak seperti mendapat pembenaran.

Adanya pekerja-pekerja asal China di sejumlah proyek seperti pabrik semen Merah Putih di Bayah Kabupaten Lebak, pembangunan PLTU Cilacap dan lain-lain, sudah menjadi isu politik berkepanjangan. Bahkan keinginan Presiden Joko Widodo untuk menarik 10 juta wisatawan asal China ditafsirkan sebagai upaya mobilisasi warga Tiongkok ke Indonesia.

Dalam diskursus tersebut, kedatangan orang-orang China ke Indonesia dianggap sebagai bagian ekspansi terselubung. Awalnya mereka datang sebagai pekerja, lalu tinggal dan menetap di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang memberi kelonggaran terhadap warga asing untuk bekerja di Indonesia, dianggap sebagai bagian dari konspirasi untuk mewujudkan rencana tersebut. Dalam perdebatan-perdebatan panjang, penulis berusaha netral, tapi sesekali cenderung membela kebijakan Jokowi.

Pertimbangannya, setelah diberlakukannya zona kawasan perdagangan bebas Asean (AFTA), lalu lintas manusia menjadi lebih tinggi dan batas-batas tradisional suatu negara- dalam hubungannya dengan lalu lintas manusia tersebut, dengan sendirinya akan runtuh. China yang serumpun dengan masyarakat Asean, pasti akan teribat di dalamnya meski secara politik belum ada perjanjian kawasan bebas antara Asean dengan RRC.

Namun penyusupan 5 warga China ke pangkalan militer Halim Perdanakusuma- meski sebagian wilayah  sudah dibuka untuk bandara umum, menjadi titik balik sikap penulis. Ini persoalan yang sangat serius karena menyangkut sedikitnya tiga hal.    

Pertama, infiltrasi asing sudah menjadi bagian dari perang intelejen sehingga setiap negara sangat ketat mengawasi lalu-lintas warga asing di negaranya. Infiltrasi bisa dilakukan melalui agama, budaya dan investasi. Klausul dibolehkannya investor membawa peralatan sekaligus pekerjanya  dari negara asal dengan alasan sebagai tenaga ahli (key man) yang kelak akan melakukan alih teknologi setelah proyek investasi itu berjalan, seringkali dijadikan jalan pembuka bagi kegiatan penyusupan tersebut. Artinya, di antara para pekerja yang dibawa, sangat mungkin beberapa di antaranya adalah intelejen yang disusupkan.

Dalam kasus banjirnya pekerja China ke Indonesia, penyusupan bukan untuk memata-matai kegiatan militer atau perdagangan di Indonesia, namun dimaksudkan untuk mempengaruhi kebijakan perdagangan dan politik luar negeri Indonesia. Mereka ditengarai akan dijadikan “pasukan pertama” yang dengan tugas khusus membuka wilayah baru untuk menampung aliran “tenaga kerja”  berikutnya.

Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah masuknya warga negara China ke Indonesia dalam jumlah signifikan dan ikut terlibat aktif dalam kegiatan politik. Meski sudah dilakukan reformasi birokrasi dan pembenahan sistem  yang ada, bukan perkara sulit untuk mendapatkan KTP bagi warga asing yang menyusup ke Indonesia. Apalagi jika hal itu didukung oleh pemangku kekuasaan di daerah sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan KTP.

Kedua, betapa bobroknya sistem pengawasan lalu lintas manusia di Indonesia. Mengapa tenaga kerja tanpa dokumen memadai bisa masuk dan bekerja di Indonesia. Jika saja tidak ada peristiwa penangkapan oleh TNI Angkatan Udara yang bertugas di Halim Perdanakusuma, pasti ceritanya akan lain. Mereka akan dengan leluasa meneruskan aktifitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun