Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Midsommar", Pengalaman Traumatik di Tengah Tragedi, Mimpi Buruk, dan Xenofobia

10 September 2019   17:10 Diperbarui: 10 September 2019   20:04 14429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"You can't speak. You can't move. But this opens up you up to the influence. And it breaks down your defenses. Trust me." - Midsommar(2019)

Sukses secara kritik dan dianggap membawa warna baru dalam ranah horor lewat Hereditary yang dirilis di tahun 2018, membuat nama Ari Aster kini diperhitungkan sebagai sutradara pendatang baru di ranah horor selain nama Jordan Peele yang dikenal lewat Get Out (2017) dan Us (2019). 

Di tahun ini, Ari Aster kembali lagi membawa sajian horor terbarunya yang kali ini juga dilengkapi dengan unsur komedi satir dan survival horror lewat filmnya yang berjudul Midsommar.

Sempat tarik ulur mengenai jadi tidaknya film ini ditayangkan di Indonesia karena sudah telat 2 bulan dari jadwal tayang perdananya di Amerika Serikat. 

Namun pada akhirnya film ini resmi ditayangkan di Indonesia lewat distributor Feat Pictures yang kemudian ditayangkan lewat jaringan bioskop CGV, Cinemaxx, Flix dan Lotte Cinema.

Maklum saja, terlambatnya film ini masuk ke Indonesia yang pada akhirnya mendapatkan rating 21+  ini, tak lain karena sempat terkendala dengan problem sensor. 

Namun antusias penikmat film di Indonesia terhadap film ini lah yang pada akhirnya membuat film ini tetap tayang meskipun harus terkena sensor yang cukup brutal yaitu selama 9 menit.

Special screening untuk film ini dengan waktu tayang terbatas di beberapa bioskop pun sudah bisa dinikmati mulai tanggal 7 hingga 10 September ini. Untuk kemudian film ini akan tayang reguler mulai besok, 11 September 2019.

Plot Sederhana dengan Pengalaman Traumatik yang Maksimal

Inverse.com
Inverse.com
Secara garis besar film ini sejatinya membawa plot yang cukup sederhana, bahkan bisa dibilang tipikal plot film-film horror/thriller Hollywood yang selama ini kita kenal. 

Yaitu tentang sekelompok anak muda yang sedang dalam masa liburan musim panas, memutuskan untuk pergi ke sebuah desa terpencil di Swedia dimana di sana memiliki tradisi unik yang jarang terekspos. 

Namun tentu saja bukan hanya tradisi unik yang akan mereka lihat, melainkan serangkaian misteri dan tragedi yang juga belum pernah mereka rasakan sepanjang mereka hidup.

Di awal film kita dituntun untuk mengenal 2 tokoh sentral melalui karakter Dani (Florence Pugh), seorang gadis yang memiliki masalah dengan keluarganya dan juga kekasihnya, Christian (Jack Reynor), yang nampak lelah dengan apa yang terjadi pada hidup Dani. 

Tragedi, kehilangan keluarga dan lelah yang ditimbulkan dari hubungan yang tak sehat, pada akhirnya memang menjadi alasan yang cukup kuat bagi mereka berdua kala mengiyakan ajakan untuk liburan sejenak ke desa terpencil di Swedia bersama teman mereka yaitu Josh (William Jackson Harper) dan Mark (Will Poulter).

Screengeek.com
Screengeek.com
Desa tersebut juga menjadi kampung halaman teman mereka lainnya yaitu Pelle (Vilhelm Blomgreen), di mana tradisi didalamnya membuat Josh tertarik untuk menyelesaikan thesis antropologinya yang akan mengambil tema tentang desa tersebut. 

Sementara Mark juga antusias pergi kesana mengingat wanita Swedia terkenal cantik dan menarik.

Ya, setidaknya penonton diberi beberapa alasan logis bahwa tujuan mereka ke desa memang untuk liburan, menyelesaikan thesis, melepas penat bahkan re-bonding hubungan Christian dan Dani yang nampak renggang. Tidak "ujug-ujug" datang ke desa terpencil karena sekadar penasaran atau kebutuhan konten sosial media misalnya.

Plot sederhana tersebut lantas berubah drastis kala mereka menginjakkan kaki di desa Harga, dimana kemudian atmosfer yang berbeda sekejap muncul menimbulkan rasa was-was. 

Ari Aster lantas membungkusnya dengan situasi desa yang kontradiktif yaitu terlihat damai, ceria dan asri, lengkap dengan simbol-simbol keagamaan berpadu dengan paganisme yang tersebar di tiap sudut desa.

Langit musim panas Swedia yang memiliki waktu terang lebih lama daripada gelap nyatanya menjadi panggung baru bagi Ari Aster untuk memainkan materi horor psikologisnya. 

Teror dan tragedi memang terjadi di siang hari atau malam hari yang memang nampak seperti siang. Hanya saja, hal tersebut tetap memunculkan pengalaman traumatik yang maksimal dan membuat kita tidak nyaman selama menonton film tersebut.

Nme.com
Nme.com
Jika anda menganggap bahwa Hereditary adalah film horor yang cukup mengganggu, maka anda pasti akan merubah pikiran setelah menonton film ini. 

Masalahnya Midsommar tidak lagi bermain dalam pakem horor reguler semisal suasana gelap, scoring mencekam bahkan deretan jumpscare yang mampu membuat kita terperanjat dari kursi bioskop. 

Lebih dari itu Midsommar membawa unsur horor ke dalam suasana desa asri nan terang benderang, dimana kelompok masyarakat kecil didalamnya kemudian berperan layaknya konduktor atas berbagai mimpi buruk yang muncul kemudian lewat tradisi aneh dan kaya akan simbol misterius.

Unsur menyeramkannya timbul dari mimik wajah masyarakat yang aneh dan rangkaian kegiatan sehari-hari yang juga nampak tak biasa. Bahkan minimnya kemunculan scoring mencekam sukses tergantikan oleh detail sound effect semisal bunyi rumput, derap langkah kaki, nyanyian aneh dan suara desiran angin. 

Semuanya nampak melengkapi suasana desa yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan, bahkan membuat penonton serasa benar-benar ada di dalam desa tersebut.

Itulah sebabnya meskipun film ini telah tersedia di berbagai situs ilegal, namun pengalaman sinematik secara utuh termasuk detail-detail kecil pada sound effectnya, menjadi alasan mengapa film ini memang harus disaksikan di bioskop.

Indiewire.com
Indiewire.com
Sementara akting Florence Pugh jelas sangat mencuri perhatian. Bukan hanya karena dia sebagai kartu As film ini, namun juga karena aktingnya begitu maksimal dan membuat kita percaya akan kemalangan bertubi-tubi yang menimpanya, jauh sebelum tiba di desa misterius tersebut.

Perkembangan karakternya yang luar biasa tersebut bahkan membuat penulis menjagokannya untuk masuk ke dalam nominasi Oscar 2020 kelak. Dan tentunya aktingnya di film ini menjadi pemanasan sebelum kita melihatnya beraksi di film Black Widow yang rilis tahun depan.

***

Nziff.com
Nziff.com
Bukan bermaksud spoiler, namun adegan orang melompat dari tebing atau wajah yang dipukul menggunakan palu berbahan dasar kayu, benar-benar membuat penulis terperangah dan bergidik ngeri meskipun adegan tersebut sudah disensor. 

Memang adegan seperti itu sudah sering muncul pada film-film horor-thriller lain. Namun entah mengapa, paduan permainan visual dan pemilihan sound effect Ari Aster membuat adegan "sederhana" tersebut nampak memiliki sisi magisnya tersendiri.

Adegan penuntun sebelum terjadinya sebuah tragedi lah yang penulis rasa sedikit banyak mempengaruhi hasil akhir dari adegan kejutan nan sadis yang dimunculkan kemudian. 

Tiap korban yang muncul selalu memiliki backstory yang cukup kokoh, walaupun hal tersebut kadang disampaikan melalui dialog singkat yang mengandung unsur simbolik.

Dengan kata lain, kita sebenarnya tahu kemalangan apa yang akan menimpa beberapa karakter tersebut, namun nyatanya kita tak pernah benar-benar tahu bahwa ternyata separah itu kemalangan yang lantas menimpa mereka. 

Sehingga bukan hanya efek kejut yang muncul, namun juga rasa empati berpadu dengan brain freeze kala adegan malang tersebut muncul.

Variety.com
Variety.com
Ari Aster kemudian melengkapi deretan misteri dan teror yang berakhir menjadi sebuah tragedi tersebut dengan pengalaman sinematik yang mencengangkan. 

Bisa dibilang, Midsommar seperti menggabungkan pengalaman sinematik dari film-film horor psikologis semisal The Shining, Us, The Wicker Man bahkan The Village, yang berani mengeksploitasi teror di tengah suasana terang benderang sekalipun.

Sehingga setiap shoot yang diramu begitu detail, "nyeni", bahkan surealis tersebut tak hanya berhasil memuaskan pengalaman sinematik kita saja namun juga memunculkan pengalaman traumatik yang maksimal.

Pengalaman traumatik dimana berhasil membuat kita terdiam dan mencerna sejenak atas apa yang baru saja terjadi. Karena terkadang tragedi juga didatangkan Ari Aster beberapa saat setelah kita diberikan sajian adegan yang bisa menimbulkan tawa. Ya, tawa getir.

Xenofobia dan Satir Simbol Kekristenan

Wickedhorror.com
Wickedhorror.com
Festival yang jadi tradisi turun temurun di desa Harga memang tidak ada di kehidupan nyata. Namun Ari Aster konon kabarnya memang meriset banyak tradisi dan ritual unik yang ada di seluruh dunia untuk kemudian digabungkan menjadi satu tradisi baru, khusus film ini. Sehingga hasil risetnya membuat film ini memiliki unsur-unsur tradisi yang cukup otentik namun di satu sisi juga surealis.

Midsummer misalnya, memang merupakan tradisi paganisme di beberapa daerah di Eropa yang kemudian digabungkan ke dalam perayaan umat Katolik yaitu hari Santo Yohanes Pembaptis. 

Sedangkan adegan orang terjun dari tebing juga mengambil referensi legenda Nordik yang disebut attestupa, dimana dari kematian itu konon akan memunculkan kebahagiaan kekal bagi orang yang meninggal tersebut.

Tak hanya itu, film ini juga mengambil banyak referensi kekristenan semisal konsep Trinitas Suci ,korban darah (anak domba) pertama, bahkan soal kehidupan Kekristenan di era modern melalui salah satu penggambaran karakternya. 

Di mana hal tersebut menjadi simbol-simbol yang disampaikan secara terselubung dan tersebar di sepanjang film, bahkan juga menjadi bahan cemoohan di beberapa dialog dan penggambaran aktivitas ritualnya.

Denofgeek.com
Denofgeek.com
Sementara Xenofobia jelas menjadi tema utama yang nampak disampaikan secara gamblang oleh Ari Aster. Seperti kita tahu, saat ini masyarakat Swedia terjangkit Xenofobia yang membuat masyarakatnya menolak atau membenci orang-orang dari luar Swedia. Membuat Swedia mengulangi apa yang memang pernah terjadi di negara tersebut puluhan tahun silam.

Dan gambaran masyarakat kecil dalam Midsommar tak lain sebagai sindiran akan tren Xenofobia yang sejatinya tak hanya menjangkiti masyarakat Swedia namun juga berpotensi untuk terjadi seluruh dunia, termasuk (ehem..) Indonesia. 

Dimana di satu sisi kelompok tersebut takut, benci dan apatis terhadap dunia luar, namun di sisi lainnya kelompok masyarakat itu jugalah yang "membutuhkan" orang atau sesuatu dari dunia luar untuk menuntaskan misi mereka.

Penutup

Express.co.uk
Express.co.uk
Cukup klise jika penulis mengatakan bahwa film ini bukanlah untuk semua orang. Karena pada dasarnya setiap film memang personal dan tidak dibuat untuk menyenangkan semua orang.

Tapi memang benar, secara harafiah Midsommar bukan film untuk semua orang, bahkan untuk setiap kita penikmat genre horor sekalipun. Tema yang berat dibalik sederhananya plot, membuat film ini hanya mampu dinikmati dengan pikiran yang rileks dan jernih. Kontradiktif dengan horor kebanyakan yang biasanya justru lebih nikmat disaksikan kala pikiran sedang penat-penatnya.

Selain itu, alur yang lambat, minimnya jumpscare, atau nihilnya berbagai template horror standar lainnya, jelas membuat film ini bukanlah pilihan bagi penonton yang mengaharapkan hal-hal tersebut. 

Namun bagi penonton yang memang suka dengan gaya penceritaan horor psikologis yang bergerak secara perlahan, pasti akan menyukai film ini.

Bloody-disgusting.com
Bloody-disgusting.com
Saya tentu akan merekomendasikan Midsommar sebagai tontonan minggu ini. Efek shock dan traumatik yang penulis rasakan pasca menonton, jelas tak mau dinikmati sendiri, heuheu. Tapi pastikan kalian sudah berumur 21 tahun keatas untuk menyaksikan film ini.

Skor 8/10 untuk pengalaman sinematik yang memukau sekaligus mencekam. Hanya saja masih menyisakan kekurangan lewat sensor yang mengganggu dan beberapa satir yang cukup segmented. Rasanya saya butuh menonton versi director's cut nya.

Selamat Menonton. Salam Kompasiana


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun