Mohon tunggu...
yona listiana
yona listiana Mohon Tunggu... Desainer - penjahit

suka mancing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Saat Ungkap Kritik, Ada Saat untuk Diam

18 Februari 2021   13:41 Diperbarui: 18 Februari 2021   13:55 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada saat awal masa reformasi, nyaris seluruh lini / bidang di masyarakat mengalami semacam euphoria soal kebebasan. Ini bisa dimaklumi karena pada era sebelum itu yaitu pada masa Orde Baru, banyak komponen masyarakat merasakan represi (tekanan) dari pemerintah. Masyarakat  selalu khawatir jika menyerukan kritik yang terlalu keras, wakil rakyat dan partai juga diatur sedemikian rupa sehingga banyak yang tidak mampu menyerukan hati nurani rakyat.

Tak hanya itu, media juga dibatasi keleluasaannya untui menyuarakan sesuatu. Pers saat itu tidak bisa lagi disebut kekuatan keempat karena tekanan yang sangat keras oleh pemerintah Orde Baru. Beberapa media dibreidel alias tidak boleh terbit lagi karena pemberitaan mereka. Sehingga dalam pemberitaannnya mereka kerap mengambil jalan aman, agar tidak dibreidel.

Setelah reformasi, represi itu tidak ada lagi. Masyarakat bisa memberi masukan dan kritik kepada pihak lain. Jumlah partai membengkak menjadi puluhan partai dari tiga partai saja. Media juga tidak takut lagi dengan pembreidelan yang dilakukan pemerintah. Mereka bisa mengkritik presiden dan wakil rakyat tanpa kawatir jika akan dijebloskan ke penjara atau medianya dibreidel. Jumlah media juga berlipat jumlahnya, apalagi saat itu internet berkembang dengan baik sehingga media online jauh melebihi media cetak dan televisi.

Karena euphoria soal kebebasan itu, akhirnya kita menjadi over productif soal kritik, karena apa saja cenderung dikritik oleh masyarakat dan media, sehingga kadang para aparat dan penyelenggara negara sering kerepotan dalam memberikan penjelasan.

Sampai-sampai beberapa media dari luar negeri sering bertanya kepada media dalam negeri (Indonesia). Pertanyaan mereka kurang lebih seperti ini : Di negeri kami yang juga merupakan negara demokrasi, kami bebas dalam mengeluarkan kritik, baik kepada pemerintah, wakil rakyat maupun kepada pihak swasta yang melanggar konstitusi atau melanggar kesepakatan dengan masyarakat. Namun kami punya waktu dan cara tertentu untuk menyalurkan itu. Ada waktu di mana kami diam dan bersama-sama mewujudkan cita-cita bersama, dengan begitu kita bisa bahagia bersama; masyarakat dan penyelenggara negara.

 Di negara Anda yang besar dan berpenduduk banyak ini, banyak masyakat yang tidak kenal waktu untuk mengkritik pemerintah, sehingga pemerintah Anda seakan kehabisan energy hanya untuk menjawab dan mengklarifikasi kritik itu. Ada baiknya energy itu disimpan untuk membangun agar negara Anda bisa lebih maju lagi.

Kritik seperti ini memang sangat menohok kita karena memang seperti itulah kita yang mengkritik tanpa henti; siang, pagi malam. Celakanya tidak semua kritik disampaikan dengan baik, karena sebagian kritik itu disertai caci maki tanpa indahkan kesantunan sebagai bangsa timur.

Karena itu mungkin kita perlu merenungkan kritik dari media luar negeri seperti di atas; ada waktu untuk mengkritik, tapi beri waktu juga bagi yang anda kritik itu untuk memberbaiki diri. Bagi kita, tidak perlu mengkritik terus menerus, karena dengan begitu kita sedikit waktu untuk menjadi lebih maju.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun