Mohon tunggu...
Yolla MartaKusuma
Yolla MartaKusuma Mohon Tunggu... Freelancer

Saya adalah seseorang yang mencintai dunia tulis menulis baik fiksi maupun ilmiah. Selain itu saya hobi traveling, gemar membaca buku, dan penikmat sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Grebeg Suro Produk Budaya Tak Lekang Usia

26 Juni 2025   19:28 Diperbarui: 26 Juni 2025   19:28 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arakan Gunungan Tumpeng Tradisi Keraton (Sumber: Kompas.com)

Malam ini merupakan malam Satu Suro yang bertepatan dengan Hari Raya Hijriyah. Masyarakat Jawa memiliki tradisi yang tak lekang usia dalam memperingati Hari Raya Hijriyah, yaitu Grebeg Suro. Memang, tradisi di Indonesia khususnya di tanah Jawa tidak pernah habis untuk dibahas. Salah satunya adalah tradisi Grebeg Suro, tradisi ini merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa untuk merayakan Tahun Baru Hijriyah. Tradisi ini menyebar di seluruh tanah Jawa, meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Secara garis besar, budaya ini merupakan proses akulturasi budaya Jawa dan agama Islam. Grebeg Suro ini merupakan warisan leluruh yang diwariskan secara turun-temurun menggambarkan nilai kebersamaan, toleransi, dan penghormatan terhadap budaya. 

Tertulis dalam sejarah bahwa tradisi Grebeg Suro ini muncul pada abad ke-8 Masehi, ketika terbentuknya Kerajaan Mataram Islam. Pada awalnya perayaan ini merupakan prosesi upacara agama Hindu-Budha namun kemudian melebur bersama masuknya Islam ke Nusantara. Dari perkembangan dan penyebarannya, tradisi Grebeg Suro ini dilaksanakan sesuai dengan adat dan tradisi daerah setempat, sehingga satu daerah dengan daerah lain tidak ada pakem atau kesamaan yang persis. Utamanya rangkaian Grebeg Suro ini akan dimulai dengan melaksanakan shalat berjamaah dan berdoa bersama. Selanjutnya, masyarakat akan melakukan perayaan lainnya, seperti tumpengan, wayangan, dan festival seni budaya yang beragam. Seperti Festival Reog di Ponorogo, Jamasan Pusaka dan Lampah Budaya Mubeng Beteng di Yogyakarta, Kirab Pusaka Dalem di Surakarta, dan beberapa tradisi lainnya yang dilakukan di beberapa daerah di Jawa.

Festival Reog Ponorogo (Sumber: republika.co.id )
Festival Reog Ponorogo (Sumber: republika.co.id )

Alasan dari tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa dalam memperingati Hari Raya Hijriyah adalah karena di hari tersebut bertepatan dengan malam Satu Suro yang dipercaya oleh masyarakat Jawa dengan tradisi Kejawen, sebagai bulan yang suci serta menyimpan energi spiritual yang tinggi. Selain itu, pada malam Satu Suro, masyarakat Jawa yang memegang nilai tradisi Kejawen memanfaatkan hari tersebut sebagai prosesi intropeksi diri serta memanjatkan doa untuk hajat satu tahun kedepan. Bagi masyarakat Jawa, malam Satu Suro merupakan malam tahun baru. Menurut penanggalan Jawa yang dibuat oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) pada Jumat Legi, Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi yang merupakan penggabungan penanggalan Jawa dan Islam disebutkan bahwa sang raja sengaja membuat satu hari di dalam satu tahun yang ditujukan untuk seluruh rakyat Kerajaan Mataram Islam pada masanya untuk mensucikan diri dari segala hal buruk dan untuk mengolah tata batin rakyat Jawa dari hal duniawi. 

Bagi generasi muda saat ini mungkin prosesi ini terkesan kuno yang seharusnya tidak perlu untuk dirayakan. Tetapi, tidak semerta-merta budaya ini merupakan simbol dari sejarah adat Jawa hasil peninggalan Kerajaan Mataram Islam, melainkan usaha menjaga nilai-nilai yang terus di pegang teguh sampai saat ini oleh beberapa daerah. Local wisdom menjadi hal yang penting untuk dipelihara, karena bangsa yang tidak memiliki budaya dan bahasa akan dengan mudah hilang dari titik koordinat peta dunia. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga satu persatuan bangsa ini melalui nilai-nilai luruh yang diwariskan leluhur kita untuk generasi muda saat ini dan generasi selanjutnya. Meskipun digitalisasi dan modernisasi semakin meluas, namun dengan melakukan inovasi budaya bangsa yang kita miliki tentu akan bisa semakin terdepan, tetap lestari, bahkan akan bisa dikenal masyarakat secara global.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun