Saat ini Indonesia sedang diguncang dengan hebat oleh UU TNI yang telah disahkan oleh DPR RI yang digelar di Gedung Nusantara II, DPR, Senayan, Jakarta.
Dimana poin penting dari RUU TNI tersebut adalah: "UU TNI yang baru menambahkan dua tugas pokok dalam operasi militer selain perang. Pertama, TNI kini memiliki kewenangan untuk membantu menanggulangi ancaman siber. Kedua, TNI dapat melindungi dan menyelamatkan warga negara Indonesia serta kepentingan nasional di luar negeri." RUU TNI direvisi, namun mengapa hal ini malah membuat demokrasi ketar-ketir? Dwifungsi ABRI bisa balik lagi, TNI makin leluasa masuk jabatan sipil, dan prosesnya buru-buru tanpa  transparansi, dimana rapat yang diadakan itu di dalam hotel Firmont, bukan di DPR.
Revisi UU TNI ini kontroversi bukan tanpa alasan. Ada pasal-pasal yang membuat banyak pihak was-was, karena berpotensi mengembalikan dominasi militer dalam urusan sipil.
Pasal yang bermasalah adalah :
Pasal 47 ayat (2) revisi UU TNI, "Prajurit TNI dapat menduduki jabatan di kementrian/lembaga, baik yang membidangi koordinasi politik dan keamanan maupun bidang lainnya."
Masalahnya? Ini membuka jalan bagi militer untuk kembali masuk ke jabatan sipil bertentangan dengan reformasi 1998 yang membatasi peran militer di ranah non-pertahanan.
Masyarakat sipil, aktivis, dan akademisi protes keras soal RUU TNI ini. Dimana tuntutan mereka adalah:
-Transparansi penuh, rapat jangan disembunyikan!
-Tolak militerisasi, pemerintahan sipil harus tetap sipil!
-Jangan buru-buru, UU sepenting ini butuh kajian matang, bukan dikebut!
Kontroversi dan Kekhawatiran Publik:
Meskipun memiliki tujuan adaptasi terhadap tantangan baru, pengesahan UU TNI tidak lepas dari kritik dan kekhawatiran publik. Beberapa poin kontroversial yang menjadi sorotan antara lain:
1.Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil
Revisi UU TNI membuka peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI dan potensi tumpang tindih peran antara militer dan sipil.
2.Supremasi Sipil dan Demokrasi
Beberapa kalangan menilai bahwa revisi ini dapat mengurangi supremasi sipil dan berpotensi mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi. Komnas HAM menyoroti kurangnya partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU ini dianggap bertentangan dengan prinsip pembentukan perundang-undangan yang demokratis.