Setelah menikmati "Perjamuan Khong Ghuan" saya tertarik dengan puisi Pak Jokpin yang ringan, jenaka, tapi tetap mengena. Ketertarikan itu membuat saya berlabuh pada novel perdananya "Srimenanti".
Novel ini terilhami dari puisi Eyang Sapardi "Pada Suatu Pagi Hari".
Di novel ini, saya dijamu seorang tokoh fiksi perempuan Srimenanti---seorang pelukis---dan tokoh yang dapat kita jumpai di dunia nyata; Aan Mansur, Seno, Faissal, dan Pak Jokpin sendiri.
Saya suka tokoh unik hantu Eltece, yang harus disuguhi kopi dan puisi kalau tidak mau diganggu.
Ketika membaca, mantra Pak Jokpin mulai bekerja. Saya tidak sadar banyak lembar sudah terlewati. Meskipun awalnya saya harus mengerutkan dahi karena tidak mengerti. Namun, setelah itu saya terkikih-kikih sendiri.
"Kepalaku sedang penuh, aku ingin melukis kekosongan", kalimat yang menjadi ruh cerita.