Mohon tunggu...
Joe
Joe Mohon Tunggu...

Hasrat, kemauan, idealisme, tiang penyanggaku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekerasan Anak, Prahara Kemiskinan

29 Maret 2016   01:17 Diperbarui: 3 September 2016   19:04 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi By PMKRI Denpasar

Opini: Yoh. Sandriano N. Hitang

Kemiskinan seolah menjadi sebuah keharusan sejarah. Eksistensi kemiskinan dalam kompleksitas persoalan menjebak dan mereproduksi kemiskinan menjadi kemiskinan-kemiskinan baru. Dalam beberapa hal, eksistensi kemiskinan justru menjadi penyebab adanya konsekuensi logis terjadinya berbagai persoalan yang semarak kita jumpai saat ini. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan yang terwujud dalam berbagai program pengentasan kemiskinan seolah kesulitan untuk meninggalkan jejaknya bahkan sedikit dan samar untuk dirasakan menjawabi kompleksitas kemiskinan yang menggrogoti sisi-sisi kehidupan masyarakat. 

Dalam hal ini kemiskinan dapat dipahami sebagai sebuah persoalan yang kompleks dan multidimensional. Bersamaan dengan ini juga upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif. Tetapi persoalannya kemiskinan telah menjamur dan mengakar dalam sisi-sisi kehidupan peradaban manusia yang multidimensional, sarat akan kompleksitas persoalan dan butuh untuk diurai.

Fakta bahwa Indonesia masih dirundung oleh kemiskinan berkelanjutan yang tak kunjung usai melahirkan berbagai persoalan yang muncul sebagai konsekuensi hubungan kausalitas adanya kemiskinan. Tak dapat dipungkiri bahwa maraknya kasus kekerasan yang terjadi dewasa ini merupakan sebagian kecil dari serangkaian persoalan yang dipicu oleh realitas kemiskinan yang melekat erat pada sisi-sisi intim kehidupan manusia. Satu diantaranya termasuk kekerasan terhadap anak yang semakin menggila dalam beberapa tahun terakhir. Pengentasan kemiskinan yang sejatinya dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan nasional melalui peningkatan kesejahteraan dan mencegah gangguan keamanan yang ditimbulkan dari kemiskinan seolah luntur dengan sendirinya. Kemiskinan menjadi wabah penyakit akut dan kronis yang turut mempengaruhi kesejahteraan hidup anak-anak bangsa.  

Seiring meluasnya ekspansi pembangunan ekonomi ditengah kompleksitas persoalan yang dijumpai, hasil pantauan KPAI menunjukkan bahwa sejak tahun 2011 kasus kekerasan pada anak terus mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Jika tahun 2011 terdapat 2.178 kasus, tahun 2012 naik menjadi 3.512 kasus, tahun 2013 naik menjadi 4311 kasus, tahun 2014 naik hingga 5.066 kasus. Belum lagi kasus yang melanda bocah jelita berusia 8 tahun (Engeline) yang menambah sederetan angka suara kaum tertindas tak berdaya oleh eksistensi kemiskinan yang liar tanpa kontrol. Angka-angka kekerasan terhadap anak ini menunjukan bahwa realitas kekerasan anak masih menjadi persoalan pelik yang membutuhkan penanganan yang lebih serius.

Di sisi lain, berdasarkan hasil kajian Indonesia Indicator (I2) dari analisa 343 media online di seluruh Indonesia, baik nasional maupun lokal, pada periode 1 Januari 2012 hingga 19 Juni 2015, ditemukan faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak berasal dari faktor eksternal atau sosial terutama kemiskinan.

Akankah kekerasan anak sebagai konsekuensi logis yang muncul dari realitas kemiskinan hanya menjadi sebuah fenomena yang muncul ditengah kompleksitas persoalan Indonesia yang multidimensional tanpa adanya solusi yang efektif? Ataukah kekerasan anak hanya sekedar menjadi refleksi historis yang rasional, kritis dan radikal dari sisi-sisi peradaban manusia yang memudar dan tidak terlepas dari raungan kemiskinan?

Dengan demikian, kini kita dihadapkan pada suatu kondisi Indonesia hari ini yang layak untuk dikaji sebagai bentuk kepekaan dan menjadi tanggung jawab kita bersama untuk Indonesia yang lebih baik. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun