Mohon tunggu...
Yohanes Maharso
Yohanes Maharso Mohon Tunggu... Lainnya - Communers'19

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film

Film Midsommar (2019), Film Horor Terbaik yang Rusak karena Sensor

17 September 2022   19:55 Diperbarui: 17 September 2022   19:59 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tak kesal dengan sensor film? Tak hanya menjadi musuh bagi para film maker, sensor film juga seringkali membuat penonton kehilangan gairah untuk menonton film. Seringkali, sensor film dilakukan dengan sembarangan. Berbagai adegan dalam film dipotong dengan tidak rapih. Tentu saja, hal ini merusak jalan cerita dalam film. Salah satu film yang mengalami pemotongan hingga akhirnya merusak jalan cerita adalah Film Midsommar (2019).

Midsommar bercerita mengenai upaya Dani (Florence Pugh) menghadapi trauma atas kehilangan keluarganya dengan melancong ke Swedia bersama pasangannya, Christian (Jack Reynor). Di sana, mereka mengikuti festival musim panas yang diadakan 95 tahun sekali. Namun, Dani justru terjebak di tengah sekte aneh dengan segala ritualnya yang brutal.

Film ini merupakan salah satu film dengan genre horor yang tak biasa. Film ini tak memiliki setting di malam hari, dan sama sekali tidak ada karakter hantu yang ditampilkan. Namun, film ini berhasil membangun suasana horor dengan membuat penonton merasa tidak nyaman secara psikis.

Film Midsommar pada awalnya hampir gagal tayang di Indonesia karena permasalahan sensor. Memang, ada beberapa adegan dalam film yang tak sesuai dengan regulasi perfilman di Indonesia. Namun, pihak distributor film ini yakni Feat Pictures berhasil memperbaiki Midsommar sehingga layak tayang di Indonesia pada 11 September 2019 dengan kriteria umur 21.

Adegan kekerasan, darah, hingga ritus seks yang tak lazim muncul silih berganti dalam film ini.  Adegan ini memang cukup mengganggu pikiran saya. Namun, sebenarnya saya lebih tergangu karena banyaknya bagian dalam film ini yang dipotong. Terdapat 9 menit adegan dalam film yang tidak lolos sensor  oleh Lembaga Sensor Film (LSF) karena dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019.

Sebelum masuk Indonesia, sebenarnya film ini telah dipotong dari yang berdurasi 171 menit menjadi 147 menit agar bisa dinikmati usia 17 tahun ke atas. Setelah masuk Indonesia, film ini masih disunat sehingga durasi film ini menjadi 138 menit.

Masalahnya, memangkas berbagai macam adegan yang dianggap tak wajar justru merusak jalannya cerita Film Midsommar. Adegan kekerasan dan seks yang disensor adalah bagian dari film yang membantu penonton memahami keseluruhan cerita di Film Midsommar.

Sensor film sebenarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Definisinya, secara garis besar, ialah penelitian, penilaian, serta penentuan layak atau tidaknya sebuah film dipertunjukkan kepada masyarakat.

Agar lolos sensor, menurut Pasal 57 ayat (1) UU 33/2009, film mesti mendapatkan surat tanda "lulus sensor." Surat ini bisa diperoleh asalkan film-film yang didaftarkan sudah melewati tiga tahapan (Pasal 57 ayat (2)): penilaian isi film, penentuan kelayakan, serta penentuan penggolongan usia penonton.

Beberapa kriteria sensor yang wajib ditaati, menurut Pasal 6 UU 33/2009, ialah film tidak boleh mendorong aksi kekerasan, pornografi, provokasi SARA, melecehkan agama, merendahkan harkat martabat manusia, hingga memicu perlawanan terhadap hukum.

Sebenarnya, dalam regulasi ini tidak dijelaskan secara detail. Misalnya, jika adegan kekerasan dilarang, kekerasan seperti apa yang dilarang? Tak hanya itu, dalam implementasinya regulasi ini tidak terlalu tegas. Unsur kekerasan dalam film tertentu dilarang, namun dalam film lainnya tidak.

Misalnya adegan dalam Film Midsommar (2019). Scene bunuh diri dengan melompat dari tebing memang ditampilkan sekilas. Namun, adegan menyayat tangan tidak ditampilkan dan langsung lompat di adegan melumuri darah ke batu. Menurut saya, adegan menyayat tangan bagi penonton usia 21 tentu tidak terlalu berbahaya.

Tak hanya itu, dalam urusan penyensoran film, pembatasan usia penonton film juga problematik. Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 32 PP LSF mengatakan bahwa film dan iklan film yang telah disensor wajib disertai pencantuman penggolongan usia penonton.

Pertanyaannya, untuk apa disensor jika film Midsommar (2019) ini sudah jelas hanya akan bisa ditonton oleh penonton usia 21 ke atas? Apakah adegan-adegan yang dipotong dalam film tetap dinilai tidak layak untuk ditonton oleh penonton usia 21 tahun ke atas. Lantas, usia berapa yang sebenarnya dinilai layak untuk menonton adegan tersebut? Jika demikian, rasa-rasanya Lembaga Sensor Film menempatkan penonton usia 21 ke atas seperti anak usia SMP atau SMA.

Terlepas dari banyaknya adegan film yang disensor, film Midsommar tetap layak menyandang gelar sebagai film horor yang layak untuk ditonton. Bagaimanapun, segala kekurangan dan ketidaksempurnaan film kedua Ari Aster ini adalah buntut kebijakan Lembaga Sensor Film. Bagaimana menurut pendapat anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun