Mohon tunggu...
Yohanes Djanur
Yohanes Djanur Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis Lepas. Menyukai sastra dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontribusi Politik Kaum Muda di Era Kemurungan Demokrasi

12 Juni 2021   10:51 Diperbarui: 12 Juni 2021   12:04 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaum muda setidaknya menjadi malaikat penyelamat dan ditopang oleh semangat pengorbanan dan pengabdian kepada masyarakat miskin, dapat memberikan kontribusi positif terhadap kehidupan politik Indonesia. Kontribusi itu dapat diwujudnyatakan melalui kebebasan berpendapat, memberi kritikan dan seruan moral kepada para penguasa dan para elit politik terhadap berbagai ketimpangan politik dan ekonomi.

Ditinjauh dari realitas historis perjalanan perpolitikan Indonesia, keterlibatan kaum muda dalam upaya mentransformasi sistem, nilai-nilai dan proses politik dari era kolonial sampai era milenial, cukup diperhitungkan.
 Hal ini dapat dibuktikan dari berbagai peristiwa masa lalu yang menjadikan kaum muda sebagai agen of change dari pelbagai persoalan yang mencabik dan menyayat kehidupan masyarakat Indonesia saat itu, salah satunya peristiwa Sumpah Pemuda 1928 di mana dinyatakannya suatu pernyataan politik yang menyatukan bangsa Indonesia dalam satu bangsa, tanah air, dan bahasa. 

Karya kaum muda Indonesia tidak cukup sampai di situ, tahun 1966 dengan berbagai kesatuan aksi yang dibentuk kaum muda terutama dari golongan mahasiswa kembali menyerukan semangat perubahan. Jargon Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) menjadi seruan utama, dengan desakan tersebut pada akhirnya rezim orde lama berganti menjadi orde baru yang kelahirannya turut dibidani oleh pemuda terutama mahasiswa.

Berlanjut kemudian, gerakan mahasiswa juga  meruntuhkan pemerintahan orde baru akibat produk hukum yang dijalankan bersifat konservatif dan otoriter serta merajalela nya praktik KKN di kalangan pejabat pemerintah. Akibatnya pada tahun 1998 Presiden Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden. Kemudian pada saat itulah, keran reformasi mulai dibuka hingga sampai detik ini. 

Kalau dicermati lebih mendalam, konstruksi dan produktifitas politik yang terjadi saat ini tidak lari jauh dari keadaan politik era orla maupun orba. Kapitaliasi dan instrumentaliasi politik dengan hanya mengutamakan  ekonomi kapitalis dan kaum borjuis cukup membuktikan bahwa Indonesia belum mampu keluar dari keterpurukan masa lalu. Hal ini memungkinkan peristiwa reformasi hanya sebagai topeng sejarah, di mana rasa keadilan dan kesejahteraan bersama sebagaimana menjadi spirit reformasi telah diabaikan.

Bagaimana tidak, praktek politik di dalam bidang ekonomi cendrung kalkulatif, di mana kebijakan-kebijakan ekonomi selalu memberi ruang gerak yang leluasa bagi kaum bermodal untuk menguasai hampir seluruh bangsa pasar serta mengeksplorasi sumber daya alam, tanpa mempertimbangkan pemerataan dan keadilan ekonomi masyarakat indonesia secara nasional. 

Kebijakan-kebijakan seperti ini sebenarnya lahir dari proses perkawinan antara kaum oligarkis dan kaum kapitalis, di mana kebijakan itu dibuat hanya untuk mendapatkan keuntungan masing-masing pihak, bersekongkol untuk menggarok uang negara serta secara terselubung mengakusisi kekuasaan pemerintahan negara melalui pintu belakang istana, gudung parlemen, atau dari bawah kolong meja pengadilan.  

Tak hanya itu, di sisi yang lain, ketimpangan hukum dan gagalnya pelbagai produk hukum memberi stigma negatif dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum Imdonesia.  Rentetan kasus besar, seputar maraknya tindak pidana korupsi, sampai saat ini belum bisa ditangani secara maksimal oleh instansi penegak hukum, seperti masalah korupsi BLBI yang sampai saat ini belum tuntas penanganannya di pengadilan. 

Tambah lagi, pelbagai produk hukum (Undang-Undang) yang dibuat oleh badan legislatif nyatanya diwarnai dengan politik transaksional. Tawar- menawar kepentingan dan kedudukan politik ramai dipertontonkan di nimbar dewan perwakilan. Realitas ini tentu mengerdilkan skala kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia dan menilai bahwa hukum hanya sebagai produk dan alat politik di tangan penguasa.

Tumpukan realitas kelam ini memberi sinyal bahwa Indonesia telah mengalami demoraliasi dan disorientasi kehidupan politik yang masif. Indonesia sedang sekarat dengan segala kompleksitas permasalahannya, baik di bidang ekonomi, politik, hukum maupun dalam kehidupan sosial masyarakatnya. 

Lantas, bagaimana keterlibatan kaum muda di dalam era kemunduran dan kemurungan seperti saat ini? Apakah kaum muda hanya sekedar menjadi penonton dan dalam diam menyaksikan percaturan politik demikian?
Ataukah kaum muda justru hadir sebagai the heros, yang hadir sebagai sosok penyelamat dalam tragedi dilematis semacam ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun