Mohon tunggu...
Kadek Yogi Adi
Kadek Yogi Adi Mohon Tunggu... Petani - Anak ke-2 dari 3 bersaudara

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Remaja dan Cyber Culture

28 Januari 2021   12:35 Diperbarui: 28 Januari 2021   12:40 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Menurut Papalia dan Olds (2001), remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang biasanya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada akhir masa remaja atau awal abad dua puluh. Di kalangan remaja sudah tidak asing lagi dengan istilah-istilah seperti Twitter, Path, Instagram, Facebook, email, browsing, chat, website, blog, dll. Data lain menunjukkan bahwa hampir 30% pengguna internet di Tanah Air adalah remaja berusia 15-24 tahun.


Kaum muda selalu tertarik untuk mempelajari hal-hal baru, namun terkadang mereka tidak menyadari risiko yang mungkin ditimbulkan. Banyak remaja yang terlihat pasif dalam dunia sosial dan jarang berkomunikasi satu sama lain, namun di dunia online mereka berinteraksi setiap hari. Budaya Cyber (Cyber Culture) memiliki pengaruh positif dan negatif di kalangan remaja. Pengaruh positifnya pada bidang Pendidikan,  dimana pemanfaatan teknologi internet yang digunakan oleh sekolah dan lembaga formal dalam kegiatan pembelajaran atau tugas sekolah dapat memperoleh informasi yang hampir tidak terbatas melalui internet, termasuk informasi di bidang agama, seni, politik dan agama. pengaruh negatifnya adalah remaja merasa ketinggalan zaman ketika belum memasuki arus dunia maya, dan terlebih lagi remaja merasa lebih aktif dalam komunitasnya di dunia maya.


Bahkan diera digital seperti saat ini seorang remaja sudah berbeda dari lima tahun yang lalu, dimana untuk mengakses internet hanya bisa dilakukan melalui personal computer yang tersambung dengan jaringan internet, namun di era ini seorang remaja dapat mengakses internet dan bergabung dengan komunitasnya didunia maya melalui smartphone yang dapat terintegrasi dengan PC dan alat teknologi yang lainnya. Sehingga remaja pada sekarang ini cenderung kurang peka terhadap lingkungan sosialnya. Identitas seorang tidak terbatas pada  tubuhnya atau lokasi, namun dapat secara bersamaan ada di sini dan di tempat lain. Seperti masalah yang terjadi dikalangan remaja diera digital dan game online, banyak tersedia fasilitas game online di Indonesia, didalamnya terdapat remaja yang hidup didunia maya seakan -- akan dunia tersebut menjadi dunia nyata baginya, komunitas game ini memiliki culture sendiri dan peraturan yang harus dipatuhi oleh para anggotanya.  Cyberculture atau budaya cyber dikalangan remaja terbentuk karena konsumsi cyberculture semakin menjadi pilihan gaya hidup juga-terutama dalam hal teknologi komunikasi pribadi.

Bukan mustahil lagi, seiring berjalannya waktu tak akan tersisa lagi ruang-ruang sosial tanpa simulasi virtual, membuat orang-orang akan lebih nyaman duduk berjam-jam mengikuti forum diskusi internet daripada menghadiri seminar di ruang-ruang publik. Komunikasi komputer dimediasi menjadi bentuk dominan dari interaksi sosial. Ini mungkin memperpanjang atau pengganti dari interaksi tatap muka. Subkultur yang akan merasa sulit untuk berkomunikasi dengan anggota mereka menemukan bahwa teknologi ilmu komputer dan dunia maya menyediakan sebuah forum alternatif bagi remaja.

Mereka dapat masuk dalam komunitas yang lebih luas dibandingkan didunia nyata, dalam pola komunikasi yang terjadi didunia maya sangat banyak komunitas - komunitas yang sesuai dengan kepribadian perseorangan, dari komunitas yang kecil hingga komunitas yang besar, tanpa bertatap muka mereka dapat bertukar pendapat dan pemikiran, bisa saling bertukar informasi terbaru dan juga bisa memiliki komunitas idola yang sama.
Keterbukaan yang tanpa kontrol dalam dunia cyber dan kebudayaan cyber ini akan menggiring anarkisme didunia remaja, yang dapat membawa manusia pada situasi chaos. Ketika di dalam ruang sosial artifiasial (cyberspace) telah sama sekali hilang kontrol sosial (oleh institusi pemerintah, undang-undang, agama, atau masyarakat) maka yang terbentuk adalah semacam kematian sosial.
Di daerah tertentu masih ada kesenjangan digital yang kuat antara remaja yang tinggal di wilayah perkotaan (lebih sejahtera) di Indonesia, dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan (dan kurang sejahtera). Di daerah perkotaan lebih banyak remaja menggunakan internet dibandingkan remaja di daerah pedesaan. Tak jarang kita dengar kasus  seseorang yang bunuh diri karena dibully didunia maya, yaitu dibully melalui akun media sosial twitter, dari kicauan - kicauan yang kasar yang dianggap hanya sebuah kata - kata tapi dapat mengakibatkan terjadi hal - hal yang sangat fatal.

Daftar Pustaka

http://tekno.kompas.com/read/2014/02/19/1623250/Hasil.Survei.Pemakaian.Internet.Remaja.Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun