Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Raka. Ia dikenal karena hatinya yang lembut dan tangannya yang ringan menolong siapa saja. Jika ada yang lapar, ia berbagi makanan. Jika ada yang kesulitan, ia menawarkan bantuan tanpa diminta.
Suatu hari, datang seorang pria asing bernama Darma yang tersesat dan kelaparan. Raka dengan tulus memberinya tempat berteduh, makanan, dan pakaian. Beberapa minggu berlalu, Darma menjadi bagian dari desa. Namun tanpa disangka, di suatu malam, Darma mencuri seluruh tabungan Raka dan pergi tanpa jejak.
Warga desa marah dan meminta Raka mengejar Darma untuk menuntut keadilan. Namun Raka hanya tersenyum pahit, menatap langit malam yang sunyi.
"Apa kau tak merasa marah?" tanya seorang tetua desa.
"Tentu saja," jawab Raka. "Tetapi jika aku membiarkan amarah menguasai, maka hatiku akan terbakar lebih hebat daripada kehilangan ini."
Tetua itu mengernyit. "Tapi dia telah mengkhianatimu!"
"Aku menolong bukan karena mengharapkan balasan," kata Raka. "Aku memaafkan bukan untuk dia, tetapi untuk hatiku sendiri. Jika aku menyimpan dendam, luka ini tak akan sembuh. Tetapi jika aku melepaskannya, hatiku tetap bebas."
Waktu berlalu, dan suatu hari, Darma kembali ke desa dalam keadaan lemah. Ia jatuh sakit setelah hidup dalam pelarian dan merasa bersalah atas perbuatannya. Dengan hati bergetar, ia meminta maaf kepada Raka.
Namun sebelum Darma sempat berbicara panjang, Raka telah lebih dulu tersenyum. "Aku sudah memaafkanmu sejak lama."
Darma menunduk, air mata jatuh di tangannya yang gemetar. Ia menyadari bahwa kebaikan Raka bukan kelemahan, tetapi kekuatan sejati kekuatan yang tak bisa dihancurkan oleh pengkhianatan atau kebencian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI