"Tujuan kita bukanlah menjadikan orang kaya, melainkan membebaskan mereka dari kemiskinan dan memulihkan martabat mereka." -- Mohammad Hatta
Deru notifikasi di ponsel Budi, seorang pengemudi ojek online di Palangkaraya, terdengar lebih menjanjikan dari orderan mana pun. Dana tunai Rp 2 juta, cair dalam hitungan menit. Anaknya demam tinggi, butuh dokter, dan logika Budi seketika lumpuh oleh kepanikan. Ia tekan 'setuju'. Ia pikir itu pertolongan. Nyatanya, ia baru saja mengetuk gerbang neraka finansial dengan ibu jarinya sendiri.
Cerita selanjutnya adalah lagu lama yang diputar ulang ribuan kali di negeri ini. Bunga yang membengkak gila-gilaan, teror saat telat bayar satu hari, dan foto KTP yang disebar ke seluruh kontak dengan cap penipu. Martabatnya sebagai ayah, sebagai manusia, lumat dilumat rentenir tak kasat mata.
Kisah Budi bukan fiksi. Ini adalah realitas busuk yang menggerogoti jutaan keluarga Indonesia, sebuah krisis senyap bernama pinjaman online (pinjol) ilegal. Dan kita, sebagai masyarakat, sering kali hanya menjadi penonton yang pasif.
Predator Digital di Ruang Tamu Kita
Jangan salah, ini bukan sekadar masalah individu yang gegabah. Ini adalah pandemi. Saat Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) memblokir 6.894 entitas pinjol ilegal hingga Oktober 2023 (Satuan Tugas Waspada Investasi, 2023), itu artinya ada hampir tujuh ribu serigala digital yang dilepasliarkan di halaman belakang rumah kita.
Akar masalahnya adalah sebuah ironi yang menyakitkan. Indeks inklusi keuangan kita melesat ke 85,10%, namun indeks literasinya stagnan di 49,68% (Otoritas Jasa Keuangan, 2023). Kita ajari orang cara masuk ke kolam renang, tapi kita lupa mengajari mereka cara berenang. Akibatnya, saat arus kebutuhan darurat datang, mereka tenggelam dan meraih apa saja, termasuk dahan rapuh yang ditawarkan para predator.
Pinjol ilegal mengisi kekosongan itu dengan sempurna. Mereka menawarkan ilusi kecepatan di tengah keputusasaan. Namun, harga yang dibayar adalah bunga yang mencekik dan praktik penagihan yang merendahkan kemanusiaan.
Pegadaian: Solusi Usang yang Tiba-tiba Relevan?
Di tengah carut-marut ini, kita cenderung mencari solusi canggih, mungkin sebuah startup baru atau regulasi yang lebih ketat. Kita lupa bahwa kita sudah punya senjata yang teruji waktu, sebuah institusi yang selama ini kita anggap sedikit usang: Pegadaian.
Di era digital, peran Pegadaian harus dibaca ulang secara radikal. Ia adalah antitesis paling telak dari pinjol ilegal. Ia menawarkan kecepatan yang sama, namun dengan fondasi yang sama sekali berbeda: keamanan dan martabat. Proses gadai yang hanya butuh beberapa menit adalah jawaban langsung atas kebutuhan darurat, tanpa bunga berbunga, tanpa teror, dan tanpa menjadikan data pribadi sebagai senjata. Aset yang dijaminkan adalah benteng yang melindungi harga diri nasabah.