Mohon tunggu...
Yessi Tania
Yessi Tania Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Ekonomi dan Dosen

Pengamat Ekonomi dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

RUU Cipta Kerja untuk Meminimalisir Hal-hal yang Dapat Merugikan Pekerja

29 September 2020   05:56 Diperbarui: 29 September 2020   05:57 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kondisi regulasi ketenagakerjaan saat ini berdasarkan data tenaga kerja di sektor formal mengalami peningkatan, namun rasionya tidak banyak berubah dibandingkan dengan tenaga kerja informal. Selain itu, Pengembangan teknologi menciptakan kelompok tenaga kerja baru, yaitu pekerja contingent yang tidak memiliki kontrak, termasuk diantaranya influencer, youtuber dan sebagainya.

Pertanyaan utama saat ini adalah bagaimana memperhatikan perlindungan ini bagi pekerja yang akan masuk ke dalam pasar kerja selain yang sudah masuk di pasar kerja. Berdasarkan teori ekonomi, suatu bisnis jika tidak diatur dalam regulasi maka tidak mampu mengakses sumber-sumber keuangan, sementara di satu sisi diketahui teoti Dual Economy Model dimana informalitas adalah produk dari kemiskinan, tidak efisien, biasanya dilakukan oleh pekerja yang skill nya relatif rendah.

Karenanya perlu diciptakan kategorisasi perlindungan yang baru yang tidak berdasarkan status pekerjanya, dengan kata lain diperlukan peraturan skala besar yang menjadi payung, dan ada peraturan turunannya yang mengisi ruang perubahan yang muncul yang dapat mengakomodir pekerja dengan berbagai pilihannya tetap mampu mengembangkan potensinya namun mendapatkan perlindungan sosial. Beberapa aspek penting bahwa pandemi Covid-19 tidak hanya menurunkan konsumsi pekerja, namun juga mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, tercatat 3.6 juta orang terdampak Covid-19, di mana 10.6% dari kelompok tersebut merupakan pekerja formal yang mengalami PHK.

Pemerintah telah mengatur tentang besaran pesangon bagi pekerja yang mengalami PHK. Namun di saat yang sama, pekerja juga memiliki opsi untuk mencairkan JHT yang mereka miliki. Pada bulan Juli 2020, terdapat peningkatan pencairan JHT sebanyak 8% jika dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut utamanya berasal dari pekerja yang berusia 20 hingga 30 tahun, dengan alasan PHK (29%), dan mayoritas berasal dari usaha besar. Pencairan JHT oleh pekerja muda berisiko terhadap penurunan kesejahteraan para pekerja ketika memasuki masa pensiun. Selain itu, ada potensi beban sosial yang harus ditanggung pemerintah di masa yang akan datang.

Diskusi tentang hal ini sejalan dengan rencana penambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai salah satu program BP Jamsostek di RUU Cipta Kerja. Oleh karena itu RUU Cipta Kerja sangat diperlukan apalagi untuk kalangan buruh, karena dengan RUU Cipta kerja dapat meminimalisir hal-hal yang dapat merugikan pekerja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun