Mohon tunggu...
yesi  dermha
yesi dermha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga.

Suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Militeristik dan Proyek Sejarah dalam Buku "Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia"

10 November 2020   20:39 Diperbarui: 12 November 2020   00:48 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejarah pada kenyataannya memiliki pelbagai fungsi. Fungsi sejarah di Indonesia erat kaitannya dengan kepentingan pemerintahan. Dalam buku karya Katharine E. McGregor ini, pembahasan mengenai sejarah dan “transisi” fungsinya dalam sudut pandang penulis ditelaah secara menarik dan lugas. Sebagaimana yang kita ketahui, sejarah di Indonesia juga dekat dengan militeristik. Mengapa demikian? Kecenderungan militer dalam sejarah Indonesia dibuktikan pada tiap rezim atau pemerintahan yang berkuasa, setidak-tidaknya sangat terlihat pada masa pemerintahan Orde Baru yang menjadikan sektor militer sebagai legitimasi kekuasaan dalam suatu pemerintahan yang sedang atau akan berkuasa. Poin penting terkait legitimasi militer dalam pemerintahan yang dijelaskan dalam buku ini ialah pengendalian sejarah nasionalis dengan adanya pengangkatan Nugroho Notosusanto oleh Presiden Suharto, untuk mengambilalih Museum Sejarah Monumen Nasional tahun 1968.

Kaitan pengangkatan Nugroho Notosusanto pada historiografi sejarah Indonesia, dijelaskan pada buku ini yakni perannya yang sebagai propagandis paling penting dalam rezim Orde Baru. Hal apakah yang membuatnya mampu menjadi propagandis ulung dimasa itu? Nugroho Notosusanto menurut sudut pandang penulis digambarkan sebagai seorang yang tidak hanya memproduksi dan mengkonsolidasi terbitan versi resmi usaha kudeta 1965 yang menjadi sebuah legitimasi kekuasaan rezim Orde Baru, namun juga sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI periode 1965-1985. Tidak berhenti disitu, ia juga menjabat sebagai Menteri Pendidikan. Sehingga dengan amat sangar mudah penulis mampu menjelaskan bahwa sejarah yang ada pada rezim Orde Baru merupakan “gubahan” beberapa orang dengan maksud dan kepentingan tertentu. Hebatnya lagi, Sejarah dan proyek kepentingan di dalamnya juga mampu disebarkan oleh Nugroho Notosusanto dengan adanya penyebarluasan stigma kepahlawanan militer Indonesia melalui museum, doku-drama, dan dalam buku pelajaran (melihat wewenangnya sebagai Menteri Pendidikan).

Di Indonesia sendiri, perekaman sejarah telah terjadi jauh sebelum berdirinya bangsa Indonesia. Meskipun demikian, perekaman sejarah tidak serta-merta terjadi seperti apa yang kita ketahui saat ini. Perekaman dan penulisan sejarah bermula dari cerita mulut ke mulut yang menjadi ingatan kolektif banyak orang lalu menjadi sebuah dongeng. Kemudian dalam perkembangannya, perekaman sejarah di Indonesia berkembang menjadi dokumentasi kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Seperti Prapanca penulis sejarah di istana kerajaan Majapahit yang menulis sejarah kerajaan Majapahit melalui puisi yang berjudul De’sawarnana.

Perekaman dan penulisan sejarah terus berkembang seperti apa yang dijelaskan dalam buku ini, yang kemudian kelak disadari bahwa cerita sejarah yang berusaha untuk ditampilkan ke permukaan adalah cerita sejarah yang hanya berisi cerita milik sebagaian ‘orang’ dengan maksud dan kepentingan tertentu. Titik tekan sejarah yang ada di Indonesia adalah Nasionalisme, lalu berubah menjadi sebuah penekanan yang berlebihan.

Terdapat periodesasi penulisan sejarah atau historiografi Indonesia berdasarkan urutan sistem pemerintahannya. Yang menjadi pembahasan utama dan paling jelas adalah sejarah pada era Soeharto atau rezim Orde Baru (1988 dan seterusnya). Pada periode tersebut peran militer dalam politik kenegaraan menjadi pusat pembahasan dalam setiap penulisan atau perekaman sejarah. Oleh sebab sejarah bangsa Indonesia yang pada masanya pernah berpusat pada peran militer, maka dampak kedepannya adalah munculnya stigma dalam benak banyak orang Indonesia bahwa pemimpin yang berasal dari militer merupakan pemimpin bangsa yang ideal.

Historiografi resmi yang dihasilkan pada masa Orde Baru mengacu pada penelitian ilmiah tidak seperti sejarah atau historiografi yang dihasilkan pada periode Demokrasi Terpimpin. Dijelaskan pula pengambaran historiografi pada rezim Orde Baru setelah tahun 1949 atau lebih tepatnya pada tahun 1950-an memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia yang kacau serta adanya penindasan terkait perbedaan regional serta HAM.

Meskipun pada buku ini acuan pembahasan historiografi sejarah Indonesia lebih banyak mengacu pada periode atau rezim pemerintahan Orde Baru, namun tidak serta merta menanggalkan historiografi sejarah pada periode demokrasi terpimpin yang berlandaskan pada ideologis sukarnois (Manifesto Politik Presiden Sukarno).

Penulisan sejarah atau historiografi sejarah serta tafsirannya tentu lah memiliki banyak kontradiksi atau pula perbedaan, terlebih jika membahas tentang sejarah PKI. Terdapat teori yang mengatakan bahwa gerakan terssebut merupakan peristiwa internal militer yang melibatkan sejumlah pimpinan komunis atau pula gerakan yang bermula karena adanya keretakan dalam partai antara Aidit (Ketua) dan Njoto (Wakil). Ada pula teori yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut adalah rekayasa yang didalangi oleh Presiden Sukarno atau Mayor Jenderal Suharto. Sehingga kemudian pada penulisan sejarahnya muncul berbagai propaganda. Propaganda paling mukhtakir adalah adanya pengumuman yang berasal dari Angkatan Darat bahwa gerakan 30 September merupakan usaha kudeta PKI terhadap pemerintahan, proyek sejarah ini yang kemudian menguasai pemahaman mayoritas masyarakat Indonesia.

Dalam buku ini, analisis pembahasan tentang PKI juga ditelaah dan dianalisis berdasarkan isi dan tujuannya. Yang kemudian mencapai kesimpulan yakni upaya militer mengenai usaha kudeta. Cerita tersebut tidak hanya dapat dilihat sebagai alat untuk membela legitimasi rezim namun juga sebagai alat yang digunakan rezim unruk mendefinisikan nilai-nilai intinya. Termasuk juga terkait pembelaan terhadap Pancasila dan pemulihan ketertiban moral masyarakat. Meskipun tetap terdapat pro/kontra atau bahkan penolakan, narasi historiografi sejarah Indonesia mengenai PKI dan projek kemiliterannya tetap berdampak panjang kepada orang Indonesia serta kepada narapidana politik 1965-1966 yang kemudian melahirkan orang-orang yang disebut sebagai komunis.

Promosi militer dan dwifungsinya kepada masyarakat sipil dilakukan melalui buku pelajaran sejarah yang merupakan bagian inti dari terciptanya pengertian bersama mengenai identitas. Mengapa buku pelajaran menjadi media utama promosi militer dan dwifungsinya? Sebab bagi rezim otoritarian, buku sejarah merupakan alat yang berguna memetakan aspek penting dari masa lalu bangsa serta menanamkan ideologi negara dan mekanisme otoritarian.

Buku “Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia” karya Katharine McGregor sejatinya bertujuan untuk mengungkap projek-projek sejarah di Indonesia. Projek-projek tersebut terkumpul menjadi sebuah sejarah yang sarat akan kekuasaan dan kepentingan militer, misalnya sejarah PKI dan juga bagaimana istilah komunisme digambarkan melalui cerita-cerita sejarah serta kekeliruan dan manipulasi cerita sejarah yang dibuat sebagai legitimasi suatu tokoh atau pula rezim pemerintahan. Buku ini menjadi menarik dan penting untuk menjadi bahan bacaan kala santai, atau pula referensi pembelajaran serta penelitian terkait sejarah serta “behind the scene” sejarah di Indonesia. Pada buku ini pula kita dapat menelaah kajian historiografi sejarah di Indonesia dengan dua sudut pandang baik positif maupun negatif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun