Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Identitas Bangsa: Jalan Kebebasan Orang Papua

12 September 2025   08:35 Diperbarui: 12 September 2025   08:35 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Marius Fransiskus Nokuwo

Budaya Sebagai Identitas 

Budaya adalah fondasi utama yang membedakan sebuah bangsa dari bangsa lainnya. Ia tidak hanya hadir sebagai warisan masa lalu, tetapi juga sebagai roh yang menjiwai kehidupan sehari-hari, mengatur pola interaksi sosial, membentuk cara berpikir, dan menentukan arah masa depan. Melalui budaya, manusia belajar mengenal dirinya, memahami lingkungannya, dan menemukan makna hidupnya. Dengan kata lain, budaya adalah cermin identitas bangsa sekaligus penentu keberlangsungan sejarahnya.

Dalam konteks Papua, budaya bukan sekadar simbol estetika atau folklor untuk dipamerkan dalam festival pariwisata. Budaya adalah kehidupan itu sendiri. Ketika orang Papua menenun noken, memasak papeda, menari Yospan, atau mengenakan koteka, mereka tidak hanya menjalankan tradisi, tetapi juga mempertegas eksistensinya sebagai bangsa Melanesia yang memiliki gaya hidup, nilai, falsafah, dan kebijaksanaan yang diwariskan leluhur.

Keunikan budaya Papua terlihat nyata dalam simbol-simbol yang masih bertahan hingga kini. Noken, misalnya, bukan hanya tas tradisional, melainkan lambang kesabaran, kerja keras, dan keberlanjutan hidup. UNESCO bahkan mengakui noken sebagai warisan budaya tak benda dunia. Papeda, makanan pokok berbahan sagu, bukan sekadar kuliner, tetapi juga simbol hubungan erat orang Papua dengan alam yang memberinya kehidupan. Koteka, meski pernah dipandang sebagai tanda keterbelakangan oleh negara, justru menjadi ikon global yang melekat kuat dengan identitas pegunungan Papua.

Ironisnya, negara pernah melakukan "operasi koteka" pada tahun 1970-an hingga 1990-an, dengan memaksa orang Papua mengganti pakaian adatnya dengan pakaian modern. Koteka dianggap primitif, ketinggalan zaman, bahkan memalukan. Padahal, koteka memuat nilai filosofis dan fungsi sosial yang tidak dimiliki oleh pakaian modern. Ia bisa menjadi wadah menyimpan makanan, digunakan dalam upacara adat, dan menjadi simbol kedewasaan laki-laki pegunungan. Upaya negara untuk menghapus koteka justru memperlihatkan bagaimana pembangunan sering kali memandang budaya hanya dari kacamata modernitas, bukan dari kearifan lokal.

Kini, ketika dunia mengenal Papua, salah satu gambaran yang muncul adalah orang berkoteka. Apa yang dulu dianggap primitif kini justru menjadi kekuatan identitas. Ini membuktikan bahwa budaya tradisional, bila dihidupi dengan konsisten, dapat bertahan menghadapi arus modernisasi dan bahkan menjadi identitas yang membanggakan.

Namun, di balik itu semua, ancaman tetap nyata. Generasi muda Papua kini lebih akrab dengan budaya populer yang datang dari luar: musik hip hop, pakaian gaya Barat, makanan cepat saji, dan pola pikir individualistik. Mereka lebih bangga mengunggah tarian modern di media sosial daripada menampilkan tarian adat leluhur. Di sekolah, bahasa daerah jarang diajarkan. Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak muda lebih sering menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa gaul ketimbang bahasa ibu mereka. Perlahan, budaya asli Papua mengalami pergeseran nilai yang mengkhawatirkan.

Maka, pertanyaan mendasar perlu diajukan: Apakah budaya Papua hanya akan menjadi catatan sejarah, ataukah ia tetap menjadi identitas hidup yang meneguhkan bangsa Melanesia di tanah leluhur? Jawabannya bergantung pada sejauh mana kesadaran kolektif orang Papua untuk terus menghidupi warisan leluhur di tengah arus globalisasi.

Hegemoni Negara dan Hilangnya Kesadaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun