Namaku adalah Titigi, Ndugusia, Eknemba, Jaindapa dan Jandamba, aku dari sejak ada menjadi sumber kehidupan, sumber keselamatan dan sumber ketenangan bagi manusia yang tinggal di tempat ini dan manusia yang datang tinggal di tempat ini. Aku tidak pernah berubah, tidak pernah menangis dari sejak ada, dan manusia yang tinggal di sini adalah penjaga saya dan saya adalah sumber segala sumber bagi mereka hingga mereka tidak pernah kemana-mana selalu ada bersama saya. Namun kondisi tubuh saya sekarang tidak seperti dulu, sejak 2019 hingga sampai saat ini 2025 kondisi tubuh saya dihancurkan oleh amunisi, bom dan roket. Manusia yang tinggal di sini dibunuh habis oleh militer Indonesia, pengungsi mencari perlindungan dan keselamatan di hutan rimba. Maka kami dari dusun Titigi, Ndugusia, Eknemba, Jaindapa dan Jandamba, serta para pengungsi dengan tegas secara lantang negara ada untuk merusak dusun, kampung dan kota serta membunuh manusia-manusia yang tinggal di kampung ini. Maka dari itu, kami tidak butuh keamanan dari negara yakni TNI/Polri karena justru negara yang merusak dunia dan rakyat jadi daging segar beginya. (*)
*) Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Abepura-Jayapura.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI