Mohon tunggu...
Sardjito Ibnuqoyyim
Sardjito Ibnuqoyyim Mohon Tunggu... Penulis - Buruh Pendidikan yang tak jelas

Hidup hanyalah sementara. Jika ingin hidup, haruslah cari makan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buku Bukanlah Sejarah

3 Januari 2017   11:36 Diperbarui: 3 Januari 2017   11:48 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika kita melihat realitas saat ini, apa lagi di tahun baru ini, kita dapat melihat ada banyak orang yang tidak lagi memegang buku. Ditambah lagi dengan hadirnya teknologi yang kian lama makin maju dan multi fungsi. Buku pun ditinggalkan. Dan selamat datang di dunia digital! Memang buku bukan lagi sejarah karena buku tinggal sejarah.

Namun apa yang bisa menjadi sebuah sejarah?

Ada berbagai jawaban, salah satunya menulis. Menulis memang menyejarah, tapi bagaimana jika hasilnya yang menjadi suatu artikel atau buku justru tidak dibaca? dan juga, jikalau buku sudah tidak laku lagi untuk dibaca?

Kata seorang sastrawan, pramoedya ananta toer, "Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, maka ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian". Ini sudah sangat jelas bahwa tulisan merupakan momentum keabadian, momentum yang menyejarah, namun jika dikaitkan dengan pertanyaan diatas, justru sebaliknya, tulisan tinggal sejarah.

Pernah kita rasakan atau orang lain rasakan, sewaktu kita kecil yang bahkan tak pernah memegang buku sekali pun, namun kita tetap menyejarah. Bukan karena kita membaca buku, tapi mendengar kata orang tua kita. Namun, ada juga sebaliknya, ketika kita dewasa, kita mempunyai hobi membaca misalnya. Kita membaca buku, dan hanyalah sebuah hobi. Entah pengaruh buku itu masih terasa dalam tindakan kita atau tidak, tergantung kita memandang buku itu bagaimana.

Jadi bisa dikatakan apa yang menyejarah itu adalah tindakan. Mendengar, membaca, melihat itu bisa menjadi satu hal yang mempengaruhi tindakan kita. Tapi apa yang sangat jelas adalah pemahaman kita akan dunia.

Jika seseorang yang sangat senang membaca buku yang ada kaitannya dengan pancasila misalnya, tentunya akan terjadi distorsi waktu kalau pemahaman orang itu mempengaruhi tindakannya. Karena buku terikat pada waktu tertentu, sedangkan pemahaman sangatlah identik dengan kekinian atau bersifat ahistoris. Terjadilah suatu distorsi antara waktu pembaca dan penulis. Jadi pemahaman yang dibawa buku itu tidak murni lagi jadi keasilannya pada pembaca dalam tindakan.

Di sini saya akan mengutip kata-kata marx lagi, yang menurut saya sangat berkaitan dengan tulisan ini:

"Pertanyaan apakah kebenaran objektif dikaitkan kepada pemikiran manusia bukanlah sebuah pertanyaan teori melainkan sebuah pertanyaan praktis. Seseorang harus membuktikan kebenaran, contohnya, realitas dan kekuasaan, keberpihakan ini berdasarkan pemikirannya dalam praktek. Masalah atas pemikiran realitas dan yang bukan realitas terisolasi dari praktek merupakan sebuah pertanyaan yang skolastik."

Bagi marx, apa yang real atau apa yang sangat nyata sangat berhubungan dengan tindakan. Marx melihat bahwa apa yang sangat nyata dalam suatu komunitas sosial adalah ada kaitannya dengan ekonomi. Di sinilah keterpisahan antara marx yang sangat teoritis dan marx yang nyata. Namun, marx hanya melihat dari segi ekonomi. Amat disayangkan. Habermas melihat ini sebagai suatu proses komunikatif. Jika kita hanya melihat belum tentu itu mempengaruhi tindakan kita, lain halnya jika itu proses yang sedang berlangsung seperti seminar, diskusi, atau pembicaraan dari dua sekawan.

Jadi apa yang menyejarah yaitu sebuah pemahaman yang sangat mempengaruhi tindakan kita. Jika seseorang sadar ketika sebuah peraturan hidup yang dulu yang diterapkan dengan sekarang sangat berbeda, mungkin kata yang tepat bagi dia adalah selamat datang dengan distorsi waktu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun