Misalnya, membuat konten tentang pahlawan lokal di daerah masing-masing, mendorong siswa menulis opini tentang kondisi demokrasi Indonesia, atau berdiskusi kritis tentang konflik sosial yang terjadi dan bagaimana menyikapinya sebagai warga negara.
Nasionalisme tidak akan tumbuh di ruang kelas yang monoton, tetapi dalam ruang-ruang yang memberi kebebasan berpikir, ruang berdialog, dan mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata.
Keluarga dan Komunitas: Bagian dari Pendidikan tak bisa dipungkiri, pendidikan nasionalisme bukan hanya tugas sekolah. Keluarga dan komunitas juga punya tanggung jawab besar. Orang tua bisa mengajarkan nasionalisme melalui cerita perjuangan, teladan dalam hidup sederhana, serta sikap cinta lingkungan dan kepedulian sosial. Komunitas bisa berperan dalam menghidupkan kembali nilai-nilai lokal, mengadakan forum warga, atau kegiatan budaya yang menanamkan rasa bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Tanpa sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, nasionalisme akan mudah luntur karena hanya hidup dalam buku teks, bukan dalam tindakan sehari-hari.
Menuju Generasi Bangga Menjadi Indonesia
Menguatkan nasionalisme bukan berarti menolak globalisasi. Kita tetap bisa menjadi warga dunia, tanpa kehilangan akar budaya dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan adalah medium untuk membentuk karakter pelajar yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak, toleran, dan berkomitmen untuk membangun Indonesia yang berdaulat, adil, dan bermartabat.
Di tengah arus globalisasi, mari jadikan nasionalisme bukan sekadar slogan, tetapi sikap hidup. Karena bangsa besar bukan hanya diukur dari luas wilayah atau kekayaan sumber daya, tetapi dari kualitas warga negara .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI