Mohon tunggu...
YEBAMBANG TRIYONO
YEBAMBANG TRIYONO Mohon Tunggu... -

General man, nothing special...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalisme Warga, Apa dan Bagaimana Itu?

18 April 2014   20:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

*YeBambang Tri

Pendahuluan

Perkembangan dan kemajuan teknologi berjalan seiring dengan kepiawaian pikir dan imajinasi manusia. Manusia memang memiliki daya cipta. Banyak hal telah diciptakan, antara lain internet.
Manusia pun merayakan internet dengan beragam rupa. Ada sisi positif, ada sisi negatif dari perayaan itu. Dengan keberadaan internet, informasi bisa tersebar luas. Begitu juga segala ilmu, wawasan, dan pengetahuan bisa didapat dari mengakses internet.
Berkait dengan penyebaran informasi, internet bisa menjangkau khalayak lebih luasDengan internet, siapapun dan dari manapun bisa mengakses dan memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi. Munculnya internet mendorong berkembangnya jurnalisme warga yang semakin tidak terbendung arusnya, karena segala macam informasi baik melalui gambar, tulisan, maupun video dapat diunggah dan diakses di seluruh dunia.

Jurnalisme warga berbeda dari jurnalisme/koranonline yang artikel, gambar, dan video diproduksi oleh para jurnalis profesional yang mereka biasanya menjadi anggota organisasi profesi seperti Persatuan Wartawan Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen dan asosiasi jurnalis lainnya.

Jadi tidak tepat kalau ada yang berpendapat bahwa jurnalisme warga adalah keterlibatan warga masyarakat dalam menyumbang tulisan di koran online di internet. Beberapa koran mempunyai halaman untuk siapa pun bebas menulis. Itu BUKAN jurnalisme warga.

Jurnalisme warga adalah keterlibatan warga masyarakat yang biasanya sebagai pendengar/pembaca/pemirsa yang dapat memanfaatkan peralatan pers, seperti kamera, internet, telepon seluler, dan lain lain untuk saling memberikan informasi secara timbal balik, itulah yang disebut jurnalisme warga.

Esensi jurnalisme warga

“When the people formerly known as the audience employ the press tools they have in their possession to inform one another, that’s citizen journalism” (http://..)

Masyarakat yang sebelumnya dikenal sebagai pendengar/pemirsa ingin memberi informasi tentang keberadaan mereka kepada orang-orang media, danadanya peralihan kekuatan melalui peralihan platform yang telah anda dengar.

Seperti berikut ini gambarannya: Ada banyak penumpang di sebuah kapal (besar) yang memilik kapal-kapal (kecil) milik mereka sendiri. Pembaca-pembaca yang sedang menulis. Pemirsa yang membawa kamera dan memanfaatkan hasil rekaman untuk disebarluaskan. Pendengar dengan usaha-usaha sederhana dapat saling behubungan dan mempunyai sarana untuk saling berbicara/berkomunikasi kepada dunia. Seperti itulah jurnalisme warga.

Kita menjadi tahu bahwa dengan adanya jurnalisme warga semacam itu, banyak orang media berteriak, bagaimana keberadaan kita orang-orang media ini. Jika semua orang bisa bebas berbicara, menulis, mempublikasikan video, lantas siapa yang akan menjadi pendengar dan atau pemirsa?

Orang-orang yang dulunya sebagai pendengar/pemirsa tidak percaya mengenai masalah ini: terlalu banyak yang berbicara- adalah masalahnya. Sekarang, bagi setiap orang di lingkungan anda masih heran/bertanya-tanya siapa kita ini sebenarnya. Definisi formalnya mungkin seperti ini:

“The people formerly known as the audience are those who were on the receivingend of a media system that ran one way, in a broadcasting pattern, with high entry fees and a few firms competing to speak very loudly while the rest of the population listened in isolation from one another— and who today are not in a situation like that at all.”

(Masyarakat yang dulunya sebagai pendengar adalah merekayang menerima sistem media satu arah, dalam sebuah pola penyiaran, dengan masukan biaya tinggi dan sejumlah perusahaan yang berkompetisi dengan berbicara keras, sementara masyarakat hanyamendengar namun saling terisolasi antara satu dengan yang lainnya.)

Sekarang dengan sarana/peralatan yang (boleh dibilang) sederhana, yakniblog, telah memberikan sarana pers (persuratkabaran) kepada kita. Itulah sebabnya, blog juga telah disebut sebagai mesin kecil amandemen pertama. Blog-blog itu membuka kebebasan pers bagi banyak aktor yaitu masyarakat luas.

Dulu adalah stasiun radio yang menyiarkan informasi melalui frequensi gelombang udara untuk anda. Namun sekarang dengan penemuan yang brilian yakni podcasting, alat itu memberikan radio kepada kita. Dan kita telah bisa melihat bahwa alat itu memberi kita manfaat yang lebih kepada kita.

Pengambilan gambar (shoothing), penyuntingan (editing) dan pendistribusian telah menjadi milik kita: Media Besar. Anda mempunyaikesempatan untuk menggapai pemirsa televisi yang anda bangun dengan imajinasi sendiri. Saat ini video telah berada ditangan penggunanya, dan sosok pemirsa/pendengar yang dulunya semata mata sebagai pemirsa/pendengar saat ini bermain peran sebagai jurnalis (warga) yang hidup di situs Web.

Dulu anda secara eksklusif menjadi editor/penyunting berita, yang bisa menentukan berita-berita utama yang harus dimuat di halaman muka sebagai headlines. Sekarang kita sendiri bisa mengeditmateri-materi sesuai dengan pilihan kita dan memuatnya dihalaman muka pada situs web/blog kita sendiri.

Sistem media yang terpusat secara ketat telah menghubungkan masyarakat dengan agen-agen social khusus dan pusat kekuasaan, namun tidak saling menyeberang. Saat ini, arus horizontal, warga ke warga telah nyata terlihat dan konskwensinya sebagai hal yang vertical.

Istilah ‘former audience’ ditemukan oleh Dan Gillmor. Dia adalah salah satu dari penemu dan kampiun. “Former audience’ mengacu pada pemilik dan operator peralatan yang dulunya secara eksklusif digunakan oleh orang-orang media untuk menangkap dan menarik perhatian orang.

Jeff Jarwis, seorang mantan eksekutif media telah menulis sebuah ‘aturan tentang kita’. “Berikan masyarakat kesempatan mengontrol media, mereka akan menggunakannya. Akibatnya secara logis: “Jangan beri kesempatan masyarakat mengontrol media, dan kamu akan kalah. Kapanpun warga masyarakat dapat melakukan pengawasan, mereka akan melakukan itu.”

Masyarakat yang dulunya dikenal sebagai pendengar/pemirsa akan mengatakan sebuah kata kepada mereka yang bekerja di media, yang dalam intensitas visi komersial mereka telah menamai kita sebagaimata bola (eyeballs) seperti pada: “Selalu ada kendala baru yang muncul bagi mata-mata bola pelanggan kita” (John Fithian, president of the National Association of Theater Owners in the U.S.)

Dartar Pustaka

http://achive.pressthink.org/2008/07/14/a_most_useful_d.html

*Y.Bambang Triyono, Widyaiswara Madya Puslitbangdiklat LPP RRI.

Email: baamtri@yahoo.com; yebambang@gmail.com

Fb: Ye Bambang Tri

Blog : yebambangtri.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun