Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Money

70.000 Rupiah Gaji Pertama Saya

12 April 2010   06:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:50 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_115225" align="alignleft" width="208" caption="diunduh dari Rudisony.wordpress.com"][/caption]

Ketika itu akhir tahun 1995. Status saya sebagai mahasiswi yang sedang menunggu wisuda membuat saya mempunyai banyak waktu luang. Sebagai pengisi waktu, tangan saya yang "ramah" menghasilkan beberapa kartu ucapan yang kemudian saya jual. Lumayan buat ongkos bolak balik ke kampus. Sayangnya penyakit saya yang bernama "bosan" kumat. Jadilah kegiatan itu tak berlangsung lama.

Suatu hari seorang teman mengajak saya untuk membantu tantenya yang mempunyai usaha katering. Si tante membutuhkan orang yang bisa membantunya menjaga outlet makanannya di kantin suatu mall. Karena seorang karyawannya berhenti bekerja. "Ikut aja daripada nongkrong sana sini" katanya. "Tugas kita cuma melayani karyawan Pasaraya yang pada makan siang dan malam" kata teman saya lagi menerangkan. Sip, tak berpikir lagi saya mengiyakan.

Esoknya saya dibawa teman itu bertemu tantenya. Sang tante menerangkan apa saja tugas saya dan memberitahu gaji kami. Gajinya Rp. 70.000 per 2 minggu. hari kerjanya senen sampai dengan sabtu mulai jam 11-14 dan jam 17-20. Tugas yang ringan dan lokasi yang tak jauh dari tempat tinggal saya membuat saya tak berubah pikiran. Tetap mengiyakan. "Yang penting cari pengalaman dulu lah" begitu pikir saya. Gaji ?.... ah masih ada sisa...

Malamnya saya membicarakan hal ini pada orang tua saya. Ayah dan ibu mempunyai pendapat yang berbeda. Saya sudah duga soal ini sebenarnya. Karena saya tahu bagaimana watak kedua orang tua saya. Kalau saya tidak tahu maka status saya sebagai anak mereka akan diragukan.

Ayah cenderung menyetujui keputusan saya. Katanya, jangan pikirkan gaji dulu mau dapat berapa. Asalkan gaji itu didapat dari kerja yang halal kecilpun tak mengapa. Sembari menunggu wisuda dan mendapat ijazah yang bisa saya gunakan untuk melamar pekerjaan selanjutnya, tak apalah bantu teman dulu. Tak elok kalau menolak rezeki. Siapa tahu nanti bisa kenal orang banyak kan lumayan buat relasi. Begitu kalimat panjang ayah saya menasehati.

Ibu saya bertolak belakang dengan pendapat ayah. Masa kan calon sarjana muda digaji tujuh puluh ribu rupiah. Lagipula kalau malam pulangnya bagaimana, dianter nggak, disana makannya bagaimana, lebih baik di rumah saja menunggu wisuda dulu. Begitu pendapat ibu. Sah sah saja menurut saya pendapat ini. Karena ibu termasuk ikut jungkir balik membiayai saya kuliah dan sebagai anak sulung sekaligus berkelamin wanita, kekhawatiran ibu pada keselamatan saya juga besar. Tapi ibu juga menyadari watak saya yang mewarisi keras kepalanya ayah. Jadi beliau merestui saja pada akhirnya. Makanya, cinta saya pada ibu tak pernah berkurang karenanya.

Sehari setelah malam itu, saya mulai bekerja. Naik metromini 1 kali dari rumah untuk sampai ke mal Pasaraya yang ada di wilayah Blok M. Ongkosnya seribu saja karena status saya mahasiswi. Saya tinggal menunggu di kantin karyawan Pasaraya sementara ada karyawan tante yang lain membawakan makanan yang dijual dari rumah ke kantin itu. O iya, yang jaga di outlet tante itu hanya saya dan teman saya. Jam 11 tepat makanan yang dimasak tante di rumah datang. Sesuai instruksi tante sebelumnya, saya berdua dengan teman saya menata makanan di atas meja bertutupkan kaca. Wuih mantap sekali makanannya, ada rendang, opor ayam, asem, dan segala lauk pauknya. Lapar saya jadinya. Tapi jatah makan saya jam 2 siang dan saya bisa makan apapun disitu gratis. Tentu gratisnya cuma di outlet tante saja. Kalau outlet yang lain ya bayar.

Deg-degan juga hati saya menunggu jam 12 siang. Karena pada jam itu kantin dibuka. Saya sudah kursus kilat pada teman saya yang sudah pengalaman menjaga outlet si tante cara melayani para karyawan ini makan dan berapa banyak ukuran sayur dan nasi dalam 1 porsinya. Halah... melayani makan aja kok deg deg an gini... hehehehe

O iya, disini para karyawan itu tidak membayar dengan uang tunai. Melainkan dengan kupon yang tertera nilai diatasnya. Ada seribu, tiga ribu atau lima ribu. Nanti kupon yang kami terima dari mereka akan kami tukar dengan uang tunai di kasir setelah kantin tutup malam hari. Karyawan itu sendiri mendapatkannya dari bagian keuangan masing-masing. Kenapa begitu ? entah... saya tak pernah tanya.

Jam 12 teng para karyawan masuk ke kantin untuk makan siang. Ternyata banyak sekali jumlah karyawannya. Mereka langsung berpencar ke outlet yang ada disitu. Sekitar 8 outlet jumlahnya. Outlet sebelah saya yang menjual segala macam minuman yang banyak kena serbu. Ternyata hawa dingin AC tak mengurangi rasa haus ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun