Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Begini Aturan Baru Pendakian Everest Pasca Gempa Nepal 2015

1 Oktober 2015   13:59 Diperbarui: 1 Oktober 2015   14:18 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih belum lepas dari ingatan bagaimana kondisi hancurnya Nepal setelah gempa besar mengguncang wilayah Nepal dan pegunungan Himalaya bulan April 2015 silam. Kala itu gempa bumi berkekuatan besar mengguncang Nepal dan Himalaya pada kekuatan 7,8 Skala Richter. Titik episentrumnya berada 29 km timur Kota Lamjung Nepal, kedalaman gempa tak kurang dari 15 km. Gempa Nepal pada 2015 itu tercatat sebagai gempa bumi dengan kekuatan yang paling besar sejak gempa besar terakhir pada tahun 1934 silam. Akibat gempa Nepal tahun 2015 itu, sedikitnya ada 8.500 jiwa yang tewas akibat tertimpa bangunan, termasuk di antaranya 18 orang yang berada di basecamp pegunungan Everest.

Akibat gempa yang ikut mengguncangkan puncak tertinggi Everest itu, otoritas keamanan Nepal sedang menimbang untuk membuat aturan baru terkait dengan pendakian Everest. Dilansir dari CNN Indonesia, pemerintah Nepal sedang mengkaji aturan yang melarang para penyandang disabilitas (difabel) dan para lansia batas umur tertentu untuk mendaki area puncak Gunung Everest. Intinya, pemerintah Nepal melarang keras pendaki yang tak bisa melihat, tak bisa berjalan di atas kedua kaki, dan tak memiliki lengan untuk mendaki puncak tertinggi dunia: Everest

Namun akibat dari aturan ini, banyak pihak yang menuduh pemerintah Nepal tengah melakukan praktek diskriminasi terhadap para orang-orang istimewa penyandang disabilitas.

Lalu selain itu, ada pula aturan baru yang hanya membolehkan atau memberi izin para pendaki Everest mendaki puncak gunung hanya pada ketinggian maksimum 6.500 meter di atas permukaan laut. Atau sekitar 2.300 meter lebih rendah dari puncak Everest yang berada pada ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut. Menurut otoritas terkait di Nepal, nantinya hanya ada orang-orang tertentu dengan pengalaman mendaki terbaik yang dibolehkan menembus puncak gunung Everest.

Pada kenyataannya memang Everest sedang berada dalam kondisi yang sangat labil akibat pengaruh gempa Nepal April 2015 silam. Banyak lokasi di everest yang sangat rawan terjadi longsoran salju. Sebelumnya di tahun 2014 silam, terjadi sebuah bencana longsor Everest yang mematikan, 16 jiwa pendaki tertimbun longsoran salju.

Walaupun begitu, peraturan yang melarang penyandang difabel ini jelas mendiskriminasi pendaki yang punya kekurangan fisik. Padahal selama beberapa tahun terakhir, Everest adalah titik pembuktian bagi pada pendaki yang memiliki kekurangan fisik. Everest telah mengundang banyak sekali penyandang difabilitas untuk membuktikan bahwa kekurangan fisik bukanlah hambatan untuk menggapai puncak tertinggi di dunia.

Dilansir dari laman CNN Indoneisa, Mark Inglis dari Selandia Baru, menjadi pendaki pertama dengan amputasi ganda yang berhasil berdiri di puncak Everest tahun 2006. Inglis kehilangan kedua kakinya akibat radang dingin.

Selain Inglis, Erik Weihenmayer dari Amerika Serikat, melakukannya pada Mei 2001 dan tujuh tahun kemudian, menjadikannya satu-satunya pendaki tunanetra yang menggapai gunung-gunung tertinggi di tujuh benua di dunia.

(CAL)

ilustrasi gambar dari via adventure-journal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun