Saya akui, saya dulunya adalah penulis malas. Bukan malas mengetik, tapi malas mencari kata yang tepat.
Setiap kali saya harus menggambarkan sesuatu yang intens, saya selalu mengambil jalan pintas. Jika ada karakter yang gembira, ia "sangat senang." Jika hujan turun dengan deras, hujan itu "adalah sangat lebat."
Tulisan saya kala itu terasa seperti adonan yang mengembang berlebihan---lembut, berbusa, tapi kurang substansi. Kalimat-kalimat saya panjang, tapi energinya nol. Mereka hanya memberitahu, tidak menunjukkan.
Perjumpaan dengan Pintu Tua
Titik baliknya terjadi beberapa bulan lalu, saat saya sedang menyunting sebuah cerita pendek tentang sebuah rumah tua. Saya menulis kalimat ini:
"Pintu depan rumah itu adalah sangat tua dan rusak."
Kalimat itu terasa benar, tapi lemah. Saya membacanya lagi, dan lagi. Tiga kata: sangat, tua, dan rusak, hanya untuk mendeskripsikan sebuah pintu. Bukankah ada cara yang lebih efisien?
Saat saya merenung, saya teringat saran lama dari mentor menulis: Hentikan Kata Sifat, Ganti dengan Kata Kerja.
Saya menutup naskah saya, memejamkan mata, dan membayangkan pintu itu. Apa yang dilakukan pintu itu? Pintu itu tidak hanya tua; ia sedang melakukan ketuaannya.
Dari meditasi singkat itu, saya menemukan satu kata kerja yang kuat: Lapuk.