Mohon tunggu...
Yas Arman Prayatna
Yas Arman Prayatna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ilmu untuk Hidup dan Hidup Untuk Ilmu

Baca apa yang harus dibaca, Berfikir apa yang semestinya difikir, dan kerjakan apa yang Harus untuk di Kerjakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahasiswa Antara Organisatoris dan Akademis

19 November 2015   06:11 Diperbarui: 19 November 2015   07:36 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbicara tentang mahasiswa memang tidak akan ada habisnya. Menjadi mahasiswa adalah tidak terlepas dengan lingkungan kampus mulai dari proses perkuliahan dan dinamika perjalanan organisasinya.

Jika berbicara terkait dengan organisasi, memang menarik untuk di diskusikan dan dibahas mulai dari dinamika yang ada sampai dengan nikmat proses yang ada pada organisasi. Organisasi adalah sebuah wadah yang terdiri dari dua atau lebih orang yang memiliki tujuan yang sama.

Dalam kehidupan kampus banyak sekali tawaran organisasi yang dapat dipilih oleh mahasiswa baru. Baik yang berlatarkan dari organisasi internal kampus maupun eksternal kampus.

Jika merefleksi perjalanan, sahabat-sahabat ketika menjadi mahasiswa baru masuk menjadi seorang mahasiswa masuk perguruan tinggi banyak organisasi dengan berbagai background menjajakkan dirinya untuk dipilih, misalnya internal kampus ada Unit kegiatan Mahasiswa (UKM), ada Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) kemudian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) belum lagi organisasi yang lahir dari eksternal kampus misalnya PMII, HMI, KAMMI, IMM, SMI dan sebagainya.

Jika kita melihat setiap tahun ajaran baru mereka berebut mencari dan merekrut kader dan anggota baru. Menawarkan warna pengkaderan yang berbeda-beda dengan output kader yang berbeda pula. Tapi ini menjadi sedikit aneh jika kita fikirkan, cara rekrut seperti ini ada dua kemungkinan besar yang timbul bahwa kenyataan yang sebenarnya apakah mahasiswa yang membutuhkan organisasi ataukah organisasi yang membutuhkan mahasiswa.

Jika kebutuhan organisasi adalah merekrut anggota baru karena jalannya organisasi berjalan jika ada proses regenerasi ini tentunya akan membuat perjalanan sebuah organisasi akan mandul kualitas karena hanya berbicara kuantitas. Apakah benar atau tidaknya wallahuallam bissawaf.

Berbicara mahasiswa organisatoris memang menarik untuk dikaji. Karena mahasiswa tanpa dibarengi dengan organisasi akan terasa hampa, kenapa demikian? Menjadi seorang mahasiswa tentunya sudah siap dengan beban yang harus di pikul. Mahasiswa dikatakan sebagai agent of change (pembawa perubahan) kemudian dikatakan sebagai agent of sosial! Bagaimana ingin menjadi agent perubahan jikalau hanya mengandalkan kemampuan akademis saja? Atau hanya duduk mengkaji secara teoritis yang hanya akan mempenjarakan ilmu itu dalam sekte yang terkotak-kotak.

Memilih masuk menjadi mahasiswa organisatoris memang harus berfikir matang dan penuh dengan pertimbangan. Hari ini citra buruk terhadap organisasi sudah terdengar luas ke telinga masyarakat bahwa ketika seorang mahasiswa masuk organisasi tidak sedikit yang menyebabkan turunnya IPK kemudian menjadikan mahasiswa melawan kebijakan kampus (mahasiswa pembangkang) karena didikan di organisasi menjadikan mahasiswa kritis se kritisnya kemudian belum lagi mahasiswa yang fokus dan terlena dengan organisasi sampai lupa dan mengabaikan kulyahnya hanya gara-gara organisasi,

Ini menjadi soal yang semestinya dijawab oleh mahasiswa organisatoris. Mengapa demikian? Mahasiswa organisatoris seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa lain yang tidak berorganisasi. Menjadi mahasiswa organisatoris bukankah memiliki intelektual yang lebih dari pada mahasiswa yang tidak berorganisasi. Intelektualitas yang dibangun melalui proses panjang di organisasi kemudian tumpul akibat tidak ada tempat pengaplikasiannya selain dalam perkuliahan.

Berfikir sejenak melihat realita yang ada hari ini, mahasiswa organisatoris sering di identikkan dengan kulyah lama, kemudian nilai IPK rendah karena asumsi mahasiswa organisatoris adalah tidak penting berapa banyak IPK jika memiliki intelektual tinggi tapi bukannya IPK adalah legalitas formal intelektualitas seseorang yang belajar di organiasi. Sekarang bisa kita cek beberapa mahasiswa organisatoris IPKnya rendah bahkan sangat rendah ditambah lagi kulyah lama wisuda menunggu istilah cuci gudang.

Pola pikir in hari ini cobak mari kita rubah bersama, organisatoris tanpa akademi memang tidak lengkap, kombinasi dari dua item ini akan melahirkan sumber daya manusia yang mampu bersaing di dunia kerja. Jika hari ini berparton hanya pada akademis tentunya tidak akan cukup, terlebih lagi misalnya kita adalah anak seorang petani, pedagang bahkan buruh yang tentunya bermimpi untuk duduk menjadi pejabat di atas sana. Melalui organisatoris para anak pinggiran ini bermimpi membangun jaringan dalam membentuk sistem untuk mengembangkan potensi dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun