Mohon tunggu...
Yaqub Walker
Yaqub Walker Mohon Tunggu... Petualang -

Seorang petualang alam dan pemikir yang kadang mencoba menulis sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anomalinya Umat di Negeriku

8 Agustus 2017   12:08 Diperbarui: 8 Agustus 2017   12:34 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Satu, kita ajak mereka, yuk negara-negara Islam, kalian silahkan menjadi pemimpin di negeri masing-masing, tapi mari kita bersatu untuk membentuk mata uang bersama. Ini kerjaan banyak negara yang mau. Malaysia sudah mau, kemudian beberapa negara seperti Iran, Irak, Mesir sudah mau, inikan tinggal disatukan.

 Dua, bagaimana supaya negara Islam bersatu? Ayolah negara Islam berkumpul supaya umat Islam dari masing-masing negara kalau mau berkunjung ke negara Islam lainnya dipermudah, bebas visa. Kalau perlu, tidak perlu paspor dan itu terjadi di Eropa. Ini yang kita dorong. Nah mendorong ini tidak menjadikan kita kompetitor dari para pemimpin negara. Ini bisa menjalin hubungan lebih baik. Kita tidak merebut, tidak usah hapus Indonesia, tidak usah hapus Pakistan, tidak usah hapus Mesir. Ini yang menjadi persoalan. Kawan-kawan kita di HTI, bagus dia punya konsep, tapi kadang suka melontarkan bahwa NKRI harus dihapus, Indonesia tidak boleh ada, Pakistan tidak boleh ada, Saudi tidak boleh ada, semua menjadi satu negara. 

Nah kalau pemerintah mendengar bagaimana? Wah ini mau hapus Indonesia nih, dijadikan musuh. Yang ketiga, saat ini, orang di Indonesia mau kawin di Malaysia 'setengah mati', orang Malaysia mau kawin di Indonesia 'setengah mati'. Pokoknya sesama negara Islam dipermudah, ini yang harus didorong. Yang keempat, di Eropa itu mereka punya parlemen bersama. Mereka membentuk parlemen Eropa. Kenapa kita negara Islam tidak bisa? Yang kelima, NATO itu pertahan militer milik bersama. Sampai hari ini, negara-negara Islam tidak bisa membentuk pakta pertahanan militer. Kenapa kita tidak bentuk bersama? Kalau kita bentuk bersama, sebentar Israel bisa kita usir. Ini makanya jalan kita menuju khilafah ini tidak gampang. Kita, khilafah belakangan dulu lah. Baik yang berikutnya lagi. 

Negara-negara Eropa ini juga luar biasa, mereka di dalam kontrol telekomunikasi mereka, mereka bersatu. Mereka jaga mereka punya satelit, supaya tidak disadap sama Amerika, tidak disadap sama negara-negara lain, mereka bersatu. Semestinya negara-negara Islam bersatu punya satelit termahal, patungan. Tutup ini yang namanya seluruh dunia Islam dengan satu satelit mereka berkomunikasi. Bisa kalau mau."

Salah satu buku yang saya sangat suka, sudah sering disebutkan dalam beberapa tulisan saya, yaitu buku karya Prof. Ahmad Syafii Maarif alias Buya Syafii yang berjudul "Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante" yang diterbitkan pertama kali pada 1985, lebih dari 30 tahun yang lalu. Banyak hal menarik yang dibahas di sana yang tidak akan dikutip semua di sini. 

Salah satunya ialah sejarah karier Nabi Muhammad baik di masa Mekkah (610-622 M) maupun di masa Madinah (622-632 M). Jika di sana tampak perbedaan, hal itu terutama terletak dalam kenyataan bahwa Nabi tidak punya kekuasaan politik untuk menyokong misi kenabiannya pada masa Mekkah, sementara di Madinah, beliau sebagai kepala politik-agamanya, sekalipun beliau tidak pernah menyatakan dirinya sebagai seorang penguasa. 

Berbeda dengan kedudukan Nabi Daud yang pada waktu yang sama juga berfungsi sebagai raja, Nabi Muhammad tidak pernah menyatakan diri sebagai penguasa, apalagi sebagai raja. Dalam hubungan ini, pendapat Ibn Taimiyah menekankan bahwa kekuasaan politik disimbolkan oleh pedang menjadi sesuatu yang esensial dan mutlak bagi agama, tetapi kekuasaan itu bukanlah agama. 

Dengan ungkapan lain, politik atau negara hanyalah sebagai alat agama; ia bukan ekstensi dari agama. Seluruh karier politik Nabi Muhammad menguatkan penjelasan tersebut. Bahkan istilah daulah yang berarti negara tidak dijumpai dalam al-Qur'an; istilah daulah (QS. 59: 7) memang ada tapi bukan bermakna negara, melainkan dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau pergantian tangan dari kekayaan. Dengan kata lain, al-Qur'an tidak memberikan suatu pola teori kenegaraan yang pasti dan kering harus diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri. Alasan untuk ini tidak sulit untuk dicari. 

Pertama, al-Qur'an pada prinsipnya adalah petunjuk etik bagi manusia; ia bukanlah sebuah kitab ilmu politik. Kedua, sudah merupakan suatu kenyataan bahwa institusi-institusi sosio-politik dan organisasi manusia selalu berubah dari masa ke masa. Beberapa hal tersebut mengokohkan pendapat bahwa konsep yang baku dalam mendirikan negara Islam ataupun khilafah sesungguhnya tidak pernah diperintahkan oleh Nabi Muhammad.

Adapun pendapat Prof. Din Syamsuddin dalam acara AIMAN tentang khilafah, "Ada kekeliruan pemahaman, kalau tidak bisa disebut 'gagal paham'. Khilafah itu ajaran Islam yang mulia. Disebut dalam al-Qur'an, disebut dalam al-Hadith, tentu dalam konteks tertentu. Terutama khilafah yaitu manusia sebagai khalifatullah fil ardh, khalifah (utusan) Allah di muka bumi, itu wakil Tuhan di muka bumi untuk membangun bumi ini. Ketika dipersepsikan sebagai lembaga politik, ada perbedaan pendapat, maka khilafiyah. Pembentukan khilafah di Indonesia tercinta ini haruslah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila. Makna khilafah itu apa secara esensial? Kebersamaan. 

Kebersamaan kemanusiaan, karena manusia sebagai khalifatullah fil ardh, wakil Tuhan di muka bumi. Kemudian sesama Muslim kebersamaan, untuk melakukan pembangunan di muka bumi, untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Nah oleh karena itu dalam konteks ini, kita sudah punya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bisa dianggap sebagai khilafah umat Islam di Indonesia. Banyak sekali elemen esensi hukum Islam dalam hukum positif kita. Bahkan ada yang secara formal soal haji, soal zakat, pernikahan, termasuk juga peradilan agama itu sendiri. Pancasila itu sangat Islami. Pancasila itu memang bisa dipandang sebagai titik temu, rendezous, meeting of minddari etika-etika dari berbagai agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun