Sebenarnya dalam 30 tahun terakhir ini, sekolah berprogram khas bermunculan di berbagai pelosok tanah air. Namun kemandirian dalam finansial membuat sekolah tersebut terlalu mahal bagi kebanyakan orang.Â
Sahabat-sahabat KerLiP di Pokja Aspirasi Kempppa menjadi andalanku dalam percepatan sosialisasi dan pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) bagi guru dan tenaga kependidikan. Tujuan utama kami memastikan semua satuan pendidikan berkomitmen menghormati, melindungi, dan memenuhi hak anak melalui Sekolah Ramah Anak.Â
Berbagai hal yang mengancam kelangsungan hidup anak terutama Covid19 memaksa orangtua berpikir dua kali. "Orangtua/wali di sekolah kedua anak kami menolak tatap muka. Lebih dari 80% tidak mengijinkan model transisi PTM seminggu sekali, "ujar Dini salah seorang ibu yang mengaku mendapatkan pencerahan setelah bergabung di OPEreT.Â
Berbagi Peran
Mengajar anak untuk melampaui standar kompetensi minimal setiap mata pelajaran memerlukan guru profesional. Situasi darurat memaksa orangtua untuk memilih memasukkan anak dengan risiko kematian atau menunda anak jadi lebih pintar secara akademik. "Saya pernah berhenti sekolah setahun setelah peristiwa G30S PKI, Anda lihat saya tetap bisa menjadi Profesor, "kata Prof  dr Sujatmiko, dokter spesialis anak dalam kegiatan Asah Pena Menyapa.Â
Pernyataan Prof Miko diperkuat Dokter Aman Pulungan, Ketua IDAI, dan kak Seto. Ketiganya meyakinkan para orangtua bahwa menunda anak menjadi lebih pintar adalah pilihan tepat. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa penundaan tersebut tidak menghentikan semangat ketiganya menoreh prestasi akademik yang tinggi di bidang masing-masing.
Bagaimana cara berbagi peran yang baik? Kesepakatan adalah kata kuncinya. Â Guru dan orangtua menjalankan primsip Belajar Dari Rumah (BDR), yakni mengembangkan pola komunikasi dan interaksi yang efektif. Â
Penerapan prinsip BDR berikutnya, yakni penilaian kualitatif melalui pemberian umpan balik yang berguna dari guru dan menghindari penilaian kuantitatif dalam bentuk skor/nilai perlu didukung sistem pengisian raport kualitatif juga. Baik guru maupun orangtua perlu mendapatkan dukungan psikososial awal yang tepat seiring dengan meningkatnya kebutuhan dukungan psikososial awal  peserta didik.
Sudah semestinya Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat penyelenggara pendidikan membuka mata dan hijrah hati. Masa depan peradaban dunia membutuhkan anak-anak yang selalu gembira. Kejeniusan dilahirkan dari kegembiraan kata Thomas Amstrong. Ketakutan berlebihan tentang penurunan prestasi akademik anak tidak sebanding dengan risiko kematian yang mengancam kelangsungan hidup anak-anak kita jika PTM tidak dipersiapkan secara matang.
Jangan lupa bahagiaÂ