Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Polemik Penjabat Gubernur Jabar

18 Juni 2018   12:41 Diperbarui: 20 Juni 2018   09:12 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramainya polemik beberapa hari ini, terkait pelantikan perwira tinggi Polri yaitu Komjen M. Iriawan sebagai penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, telah menghiasi pemberitaan di berbagai media massa. Menindaklanjuti hal tersebut, bahkan beberapa parpol di luar pemerintah berwacana untuk mengusulkan hak angket atas pengangkatannya.  Pro dan kontra terjadi karena adanya isu masalah netralitas yang dikemukakan oleh berbagai parpol pendukung calon kepala daerah pada pilkada Jabar. 

Sejumlah elit partai meragukan dan mempertanyakan netralitas Jendral dari Polri yang akan melaksanakan tugas di wilayah tersebut. Kecurigaan ini bertambah karena salah satu kandidat pada Pilgub Jabar berasal dari Institusi Polri.

Bertolak belakang terhadap yang kontra, Mendagri  mengusulkan perwira tinggi Polri tersebut karena sesuai dengan pasal 201 ayat 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan,

"Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

sehingga berdasarkan undang - undang di atas, Mendagri merasa bahwa tidak ada aturan yang dilanggar. Alasan lainnya, Mendagri mengusulkan nama Komjen M. Iriawan karena telah adanya yurisprudensi hukum maupun politik yaitu merujuk pengangkatan sebelumnya Penjabat Gubernur Sulawesi Barat dan Penjabat Gubernur Aceh dari Institusi Polri.

Berbeda dengan kebijakan Kemendagri di atas, para penolak Komjen M. Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jabar berpendapat bahwa pelantikannya berpotensi menabrak UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Kepolisian RI. Adapun UU ASN pasal 1 ayat 8 tertulis bahwa : pejabat pimpinan tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki jabatan pimpinan tinggi sedangkan UU Kepolisian RI, nomer 2 tahun 2002 Pasal 28 ayat 1 dan 3  menyebutkan:

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

 (3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. 

Tujuan elit partai yang menolak penempatan perwira tinggi Polri sebagai Penjabat Gubernur Jabar supaya netralitas Polri tetap terjaga dan  profesional pada bidang penegakan hukum serta berkonsentrasi menjaga keamanan dan ketertiban. 

Namun, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah :

  • Apakah polemik melarang perwira tinggi Polri ini tidak bertentangan dengan undang-undang ASN? Padahal UU ASN pasal 2 tersebut menjamin setiap aparatur negara memiliki peluang dan kesempatan serta kesetaraan yang sama untuk mendapatkan dan menempati jabatan (posisi) di instansi pemerintah termasuk bagi anggota Polri. Keterbukaan dan tidak diskriminatif terhadap instansi tertentu dalam pengembangan kompetensi sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja seluruh aparatur negara.
  • Apakah jika diisi oleh pimpinan tinggi madya dari aparatur sipil instansi lainnya pasti terjamin dan terjaga netralitasnya?
  • Apakah menggunakan Undang-Undang Kepolisian RI sebagai acuan untuk menilai dan membahas serta menolak Komjen M. Iriawan masih bisa dianggap tepat? Sedangkan menurut informasi terakhir Komjen M. Iriawan tidak lagi bertugas di Institusi Polri melainkan sudah menjabat sebagai Pimpinan Tinggi Madya (Sestama) di Lemhanas. Jabatan Sestama telah sesuai dengan nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya yang tercantum pada UU tentang Pilkada tahun 2016 pasal 201.
  • Apakah dalam waktu seminggu seorang Komjen M. Iriawan mampu menggerakan kekuatan birokrasinya untuk merubah pilihan rakyat Jabar atau mengatur KPU untuk menjadikan pasangan calon tertentu menjadi Gubernur Jabar? Saya ragu seorang M. Iriawan mampu melakukan hal tersebut, melihat kondisi wilayah Jabar yang luas dan padat penduduknya.

Jika merujuk pada posisi yang akan diisi yaitu penjabat gubernur, tidak dapat dipungkiri bahwa jabatan tersebut adalah jabatan politis, sehingga sulit untuk menjaga netralitasnya. Polemik masalah netralitas ini, mau tidak mau mengakibatkan "syak wa sangka" serta kecurigaan di sana-sini. Seharusnya yang menjadi acuan atau ukuran untuk menilai seseorang dalam mengisi jabatan adalah “merit system” yaitu kompetensi dan profesionalitasnya, bukan hanya perasaan “like and dislike” (curiga) karena berasal dari institusi tertentu. Kecurigaan belum tentu berbanding sama dengan fakta yang sedang atau akan terjadi apalagi yang bersangkutan belum melaksanakan pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun